Lihat ke Halaman Asli

Perempuan bolehkah Melawan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia menulis Indonesia Menggugat dengan penuh kemarahan. Marahnya Bung Karno, panggilannya, dia tujukan pada Belanda.

Karena perlawanan itulah Bung Karno dipenjara, di Sukamiskin, Jawa Barat. Saat dipenjara Bung Karno menuliskan amarahnya kepada Belanda yang menjajah Indonesia dan menghisap darah rakyatnya. Tulisan Bung Karno itu lalu dibuat sebagai pledoi dirinya.

Sontak, tulisan pria muda yang saat itu menjadi lokomotif gerakan kemerdekaan Indonesia--memanaskan kuping hakim Belanda sekaligus membakar semangat rakyat Indonesia yang menyaksikan sidang tersebut, ketika itu.

Pada tulisannya Bung Karno menggugat ketidakadilan yang terjadi dan dilakukan penjajah. Biar bagaimanapun penindasan adalah musuh kemanusiaan yang mesti dihapuskan.

Sama halnya dengan perbudakan. Menurut Soekarno, apapun bentuk perlakuan penjajah, mereka tetap penjajah. Tidak ada kemerdekaan yang diberikan mereka yang bermental menjajah sekalipun kiamat terjadi hari ini, tulis Bung Karno.

Lalu bagaimana dengan wajah penindasan yang terjadi dewasa ini di Indonesia. Apakah penindasan itu sudah berakhir seiring kemerdekaan dan kebebasan informasi seperti sekarang??? Atau yang terjadi justru sebaliknya. Penindasan tetap merajalela hingga terjadi misalnya pada diri kaum perempuan???

Catatan menarik soal penindasan yang terjadi dan menimpa kaum perempuan dapat dibaca melalui berbagai literatur para aktivis perempuan, seperti Musdah Mulia, Lies Marcus Natsir, Wardah Hafidz dan Aminah Wadud--sebagai contoh beberapa aktivis feminis.

Menurut pikiran mereka, identitas dunia perempuan masih dianggap sepele oleh dunia luar akibat kuasa laki-laki yang masih mendominasi secara kuat.

Akibatnya, di tengah arus globalisasi seperti sekarang ini--yang ditandai dengan pesatnya informasi--nyatanya perempuan gagal berpartisipasi menunjukkan eksistensinya pada ruang publik.

Dominasi alam pikiran lelaki membuat kehadiran nalar perempuan terpaksa meredam serta tenggelam. Berbagai potensi yang dimiliki perempuan serta kesempatan yang ada di depan mata--sirna karena kekuasaan laki-laki yang begitu mengekang tanpa bisa ditawar.

Akibatnya, perempuan 'terpaksa' menerima hegemoni tersebut sebagai takdir yang telah Tuhan gariskan untuknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline