Lihat ke Halaman Asli

Airin dalam Cengkraman Sengkuni

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


(Dalam cerita wayang, sengkuni digambarkan sebagai tokoh penghasut dan pengkhianat. Lalu, bagaimana dengan Airin?? apakah lingkaran Airin juga serius untuk menyelamatkan Airin dari prahara korupsi yang dihadapinya, atau sebaliknya, para sengkuni dengan bebas nya mengangkangi Airin dan mengambil keuntungan karena sudah wataknya sengkuni yang oportunis)

Kegalauaan politik nampak menyelimuti Bupati Karanganyar, Rina Iriani, pasca dirinya ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dalam kasus perumahan bersubsidi Griya Lawu Ari (GLA) pada November 2013 lalu.

Rina, dituding menyalahgunakan jabatan dan dianggap merugikan negara milyaran rupiah. Tanpa "merasa" berdosa, Rina pun tetap bersahaja walau statusnya sudah tersangka.

Sebagai Bupati Karanganyar, Rina masih memimpin beberapa tugas pemerintahan, terutama ketika hari jadi Kabupaten Karanganyar ke-96, 18 November lalu-- selang beberapa waktu dirinya jadi tersangka.

Yang menarik dari cerita Rina ialah-- kepercayaan dirinya yang tidak luntur sebagai pemimpin. Padahal, Kejaksaan sudah menetapkan dia sebagai tersangka.

Apa yang dilakukan Rina memang bukanlah hal yang bertentangan dengan UU. Bagi Rina, statusnya sebagai tersangka bukan jadi alasan untuk dirinya mundur sebagai kepala daerah Karanganyar, Jawa Tengah.

Apalagi, vonis pengadilan belum lagi ia terima. Jadi, tak ada keharusan yang mewajibkan dirinya mundur.

Dilihat dari aspek UU, seseorang belum bisa dinyatakan bersalah apabila belum ada keputusan yang sah dan mengikat.

Ikhwal hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengungkapkan jika seorang kepala daerah telah divonis, maka menurut UU, Kepala Daerah itu dicopot dari jabatan publik.

Selama belum ada keputusan yang sah dan mengikat, seseorang masih "aman" dan jabatan itu sah diembannya.

"Pejabat publik lebih suka diturunkan secara konstitusi. Pengunduran diri itu sifatnya pribadi, tapi bisa dimundurkan apabila terbukti melanggar pidana, termasuk tindak pidana korupsi," kata Refly, seperti dikutip media (23/10/2013).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline