Lihat ke Halaman Asli

Rudy Bastam

Menulis untuk mengingat

Alasan Mengapa Kehilangan Hewan Piaraan Bisa Sama Menyakitkannya dengan Kehilangan Orang Tersayang

Diperbarui: 18 Oktober 2021   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi via deepseaaquarium.com

Saya matikan piranti akuarium yang mengandung listrik, saya pikir ikan malang itu tersengat listrik yang konslet. Masih tidak ada tanda-tanda dia mulai bernapas.

Matahari baru tenggelam saat saya memasuki rumah setelah seharian bekerja. Rasa lelah mendorong saya untuk segera melepas sepatu, baju seragam, menyalakan AC lalu segera rebahan di kasur. Hampir-hampir saya ketiduran jika tidak karena rasa lapar yang tiba-tiba muncul.

Seperti biasa, sambil menyuap nasi ke mulut saya lakukan ritual saya otak-atik laptop sekedar menonton ulang tayangan Lapor Pak! yang belakangan sedang trending di Youtube. 

Makanan di piring tinggal beberapa suap lagi, sampai saya menyadari kalau arwana silver yang saya pelihara sejak hampir setahun lalu sudah mati.

"Ahhh! Sial!", batin saya.

Saya lantas menghampiri akuarium berukuran 60x40x40 cm itu. Menggoyang airnya lalu kemudian ekornya. Saya matikan piranti akuarium yang mengandung listrik, saya pikir ikan malang itu tersengat listrik yang konslet. 

Dan masih tidak ada tanda-tanda dia mulai bernapas. Saya tertegun. Kehabisan kata. Walaupun tidak sampai menitikkan air mata, tapi hati saya rasanya seperti ditinggal mati orang tersayang. Berlebihan? Tentu tidak.

Beberapa alasan yang mendukung pendapat ini antara lain; Pertama, Cori Bussolari psikolog University of San Francisco bilang saat terjadi interaksi antara pemilik dan hewan kesayangannya, tubuh akan mengeluarkan hormon oksitosin. 

Oksitosin berfungsi untuk mengatur interaksi sosial. Biasanya manusia akan melepaskan oksitosin saat menjadi orang tua dan melihat anak-anaknya baru lahir. Dalam kasus ini, si anak adalah arwana dan saya orang tuanya.

Kedua, hewan yang dirawat dalam waktu yang lama telah memiliki keterikatan emosional yang sangat dekat bagaikan anggota keluarga. Bayangkan manusia sebagai pemilik hewan itu rela meluangkan sejumlah uang, waktu, dan tenaga untuk merawat, memberi makan, hingga menunjukkan rasa sayang melalui sentuhan fisik. Bahkan saat si hewan mulai menunjukkan gejala sakit, si pemilik juga ikut panik, kan? (Panik lah masa enggak!)

Ketiga, rasa bersalah pemilik kepada si hewan. Ketika si pemilik gagal untuk memenuhi tanggung jawab merawat kebersihan kandang dan pola makan hingga berdampak pada kesehatan si hewan. Bahkan harus meregang nyawa karena penyakit. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline