Lihat ke Halaman Asli

Profesionalisme Seorang Menteri

Diperbarui: 16 Oktober 2016   03:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Clipart Professional dari 123rf.com

PT Kereta Api Indonesia masih mengalami kerugian Rp 80 miliar pada tahun 2008, namun kini berhasil meraup untung hingga  miliaran  berkat  perubahan strategi dan revolusi mental sumber daya manusianya  oleh Jonan Ignasius, Dia dipercayakan membenahi PT KAI dari tahun 2009 hingga 2014 , kemudian ditinggalkan olehnya karena dipilih oleh Presiden Jokowi menjadi Menteri Perhubungan, tetapi  posisi Menteri tersebut ditempati olehnya kurang dari satu tahun. Presiden Jokowi menyadari bahwa memilih seorang Direktur BUMN Sukses menjadi Polantas adalah sebuah kesalahan, alhasil kepiawaian manajemen Jonan menjadi sia-sia, lebih banyak mengurus delay maskapai penerbangan kelas melati, terminal Ultimate yang tidak selesai-selesai hingga mengatur lalu lintas orang mudik dengan brexit sebagai klimaks kegagalannya.

Presiden Jokowi pada tanggal 14 oktober 2016 kembali mengangkat Jonan Ignasius menjadi Menteri, hanya kali ini skill manajemennya kembali ditantang oleh Presiden Jokowi untuk  merevolusi Kementerian ESDM agar bebas dari korupsi dan memiliki kinerja yang lebih efisien. Presiden Jokowi  juga menyediakan seorang pakar sumber  daya energi sebagai “sidekick” atau “wingman”  untuk  Jonan  yang tidak memiliki latar belakang Pertambangan dan yang berkaitan, yakni Arcandra Tahar. Mungkin saja pemikiran Presiden Jokowi adalah suatu kemubajiran menyia-nyiakan talenta kedua profesional tersebut.

Keputusan Presiden Jokowi menempatkan mereka berdua di posisi tinggi kementerian ESDM tentunya menimbulkan gejolak dari para petinggi partai yang kecewa karena tidak bisa menempatkan petugas partainya untuk posisi tersebut. Para petinggi partai masih hidup dengan pemikiran kuno yang membawa Indonesia kembali di jaman OrdeBaru, dimana dari Repelita I hingga V menteri-menterinya lebih banyak diisi oleh rekan seperjuangan mantan Presiden Suharto, orang yang sama hanya beda posisi, alhasil pembangunan Pelita I hingga V tidak merata dikarenakan faktor kepentingan yang memegang peranan.

 Kejadian Repelita kembali terjadi di era Reformasi dengan istilah kabinet  yang Baru , kabinet gotong-royong, kabinet Indonesia Bersatu ,tetapi isinya lebih banyak rekan-rekan seperjuangan yang menggulingkan OrdeBaru, hasilnya pembangunan yang berjalan lambat dan lebih parah dikarenakan banyaknya menteri–menteri titipan partai yang inkompeten, hampir semua posisi menteri diduduki oleh orang yang bukan bidangnya misalnya saja menteri olahraga tapi yang menjabat pakar telematika.

Presiden Jokowi bukan berasal dari militer, bukan juga pengurus ataupun pendiri partai, beliau ini backgroundnya seorang pengusaha. Layaknya pemikiran pengusaha, maka profesionalismelah yang menjadi acuan keberhasilan sebuah perusahaan. Mana bisa seorang tukang batu disuruh mengukir kayu, hasilnya tentu saja akan berantakan, tetapi jika yang disuruh adalah seorang pengukir kayu yang berpengalaman tentunya hasilnya akan halus dan memiliki nilai seni. Pengalamannya dalam bisnis ekspor perabot mengajarkan dirinya tentang pentingnya menjaga mutu produk dan tentunya hanya bisa didapatkan dengan ketrampilan kerja tukang kayunya dan pengawasan yang ketat.

Presiden Jokowi dari awal membentuk  kabinet menterinya sudah merujuk pada profesionalisme, dapat terlihat dari dipilihnya Susi pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan perikanan, Beliau bukan sarjana, bukan anggota partai tetapi memiliki hasil kerja yang  sudah terlihat yakni perusahaan penerbangan dan ekspor ikan yang tentunya Beliau sudah sangat paham dengan masalah perikanan nasional. Begitu juga dengan penunjukan Rudiantara sebagai menteri Kominfo. Mungkin saat tersebut  tidak bisa seluruh menteri Kabinet kerja Presiden Jokowi memakai profesional baru tanpa memberi jatah buat Parpol, karena akan sulit baginya berhadapan dengan para petinggi Parpol di parlementer.

Kabinet Kerja Jokowi semakin bagus saat Beliau berhasil melobby pulang Sri Mulyani untuk menjabat sebagai Menteri Keuangan. Dengan tambahan Jonan dan Arcandra, maka makin banyak profesional yang diharapkan benar-benar bekerja dan mereformasi kementerian yang mereka pimpin seperti prestasi kementerian kelautan dan perikanan yang telah banyak menghasilkan kebijakan baru untuk mengurangi kerugian negara dan penjarahan hasil laut Indonesia, Sri mulyani diharapkan mampu mensukseskan Tax amnesty.

Masih banyak profesional yang berprestasi kita harapkan bisa mengisi Kabinet Kerja misalnya saja Emirsyah Satar yang berhasil merevolusi  PT Garuda Indonesia dari maskapai penerbangan yang hampir bangkrut menjadi maskapai bintang lima yang sukses,  berharap semoga dirinya mau menjadi Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sehingga kita bisa menikmati pelayanan bintang lima dari para PNS seperti pelayanan pramugari Garuda Indonesia.

Kabinet kerja Presiden Jokowi telah mengalami beberapa kali reshuffle, hasilnya tentunya lebih baik, walaupun masih ada sedikit negosiasi kepada Partai Politik, tetapi posisi Kementerian yang strategis   tetap diisi oleh Para Profesional yang telah berprestasi, tidak untuk petugas partai, ini menunjukkan bahwa untuk urusan kerja yang sebenarnya dan yang menyangkut hajat hidup warga negara Indonesia Presiden Jokowi tidak mau KOMPROMI!

Akhir kata saya bersyukur kemarin pengusaha meubel asal Solo bersedia mencalonkan dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia,  jika dirinya tidak ikut pilpres kemarin, Saya membayangkan pilihan Capres yang ada saat itu mungkin hanya ada pilihan antara “widow” atau “Widower”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline