Pengamat ekonomi dan siapa pun Anda yang terus mengikuti perkembangannya, maka akan terheran-heran mendengar berita.
BPR (Bank Perkreditan Rakyat) anu bangkrut, hingga total Bank yang bangkrut mencapai 18 yang semuanya BPR sepanjang tahun ini.
Dikira "cuma" 18, muncul lagi kabar OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Kencana yang berlokasi di Cimahi, Jawa Barat. Pada 16 Desember 2024.
Sehingga jumlah BPR yang bangkrut menjadi 19.
"Angka" 19 itu nampaknya akan menjadi angka akhir Bank yang tutup sepanjang tahun ini.
Tidak puas dengan angka tersebut, kabar teranyar menyebutkan OJK telah mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Arfak Indonesia, per 17 Desember 2024, yang berlokasi di Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari Barat, Propinsi Papua Barat.
Dengan demikian, total sudah ada 20 bank yang dicabut izin usaha nya sampai sepanjang tahun 2024 ini, yang kesemuanya BPR.
OJK mengungkapkan alasan penutupan BPR tersebut sebagai tindakan pengawasan, melindungi konsumen, serta untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan.
Pertanyaannya sekarang, mengapa kesemua Bank yang bangkrut itu BPR, dan tidak ada daripadanya Bank Umum?
Kendati ditutup, namun LPS siap dan akan membayarkan simpanan nasabah di bank-bank yang ditutup tersebut sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Persyaratan tersebut di antaranya Bank harus terdaftar di LPS, bunga di bank yang bersangkutan tidak melebihi bunga maksimal yang ditetapkan.