Lihat ke Halaman Asli

Rudy

Don't cry

Hari Jamu Nasional: "Digendong", Jenis, Hingga Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Diperbarui: 28 Mei 2024   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi jamu gendong (jateng.solopos.com)

"Jamu neng jamu...."

"Jamu om jamu...."

Teriakan mbok bakul jamu itu sudah sering kita dengar dan lihat yang menawarkan minuman herbal tersebut berkeliling perumahan, di pasar, di jalanan, dan di tempat-tempat keramaian lainnya.

Sebenarnya Indonesia seharusnya beruntung masih ada mbok jamu yang ngider menawarkan jualannya.

Jika seseorang sakit kepala, flu, sakit perut, tidak nafsu makan, lelah, dan sebagainya maka minum jamu solusinya lebih baik ketimbang minum obat-obatan berbahan kimiawi.

Ada efek samping tersendiri yang terjadi dari pengonsumsian obat-obatan yang terbuat secara kimiawi.

Oleh karenanya jamu yang merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang bangsa Indonesia itu tak pelak ditetapkan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Hari Jamu Nasional pada 27 Mei 2008.

Peringatan Hari Jamu Nasional setiap tahunnya tak pelak untuk mempromosikan budaya hidup sehat dengan meminum jamu, melestarikan kearifan lokal, dan keberlanjutan produksi jamu tradisional sebagai potensi ekonomi Indonesia.

Pada Desember 2023 jamu tradisional Indonesia resmi ditetapkan oleh UNESCO sebagai WBTb atau Warisan Budaya Takbenda Dunia.

Penetapan jamu tradisional Indonesia sebagai WBTb itu dilakukan dalam sidang Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage ke-18 di Kasane, Republik Botswana, pada 6 Desember 2023.

UNESCO menetapkan jamu sebagai WBTb, suatu kearifan lokal sejak jaman nenek moyang dan dapat berkontribusi dalam menyehatkan dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline