Lihat ke Halaman Asli

Akom Tak Terkait dengan Aksi 411 dan Segala Kegaduhannya

Diperbarui: 28 November 2016   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aksi Bela Islam yang dilakukan oleh umat Islam jilid II pada 4 November 2016 lalu yang berakhir dengan bentrokan yang dituduhkan bahwa bentrok tersebut dipicu oleh beberapa kader HMI yang memulai keributan, menimbulkan berbagai macam spekulasi dan kegaduhan politik yang cukup panas, hingga Presiden Joko Widodo harus melakukan safari ke berbagai pihak mulai dari TNI, Polri, hingga Ormas Islam. Padahal, aksi umat Islam tersebut hanya menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki T Purnama dilakukan dengan cepat dan adil.

Namun, berbagaimacam spekulasi dan tuduhan bermunculan pasca aksi tersebut, bahkan pernyataan mengejutkan keluar dari lisan orang nomor satu di Indonesia yakni Presiden Joko Widodo. Presiden menyatakan bahwa ada aktor politik yang bermain dan menunggangi aksi itu, bahwa ada aktor yang ingin Presiden Jokowi lengser dari kursi RI 1. Pada saat itulah siapapun yang terindikasi mendukung aksi yang dipelopori oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) itu akan dicurigai bahkan diupayakan untuk disingkirkan, termasuk politisi, pejabat negara dan pimpinan lembaga negara.

Tidak terkecuali Politisi Senior Partai Golkar Ade Komarudin yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPR RI. Akom sapaan Ade Komarudin telah disepakati dalam rapat pleno DPP partai Golkar pada 22 November 2016 yang lalu untuk diberhentikan dari jabatannya dan menggantikannya degan Ketua Umum Golkar Setya Novanto. Pencopotan Akom ini banyak menimbulkan pro dan kontra dari kader Golkar sendiri dan masyarakat Indonesia.

Walaupun pengakuan dari DPP Golkar terkait alasan pergantian Ketua DPR ini merupakan kebutuhan partai dan demi masa depan partai, namun alasan tersebut dinilai banyak pihak termasuk Politisi Muda Partai Golkar Doli Kurnia sebagai alasan yang tidak relevan dan kurang tepat, justru menurutnya bertolak belakang dengan kenyataan dan konsekuensi yang ada.

Maka indikasi yang kuat terkait alasan pencopotan tersebut adalah masalah politik dan keterkaitan Akom dengan Aksi Bela Islam yang dipelopori oleh GNPF MUI itu. Seperti yang saya ungkapkan di awal, bahwa siapapun yang terkait dan terindikasi mendukung gerakan tersebut akan disingkirkan. Apalagi partai asal dari Akom sendiri adalah Golkar yang saat ini dipimpin oleh Setya Novanto dan mendukung penuh pemerintahan Joko Widodo dan mengusung Ahok sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta.

Salah satu alasan Akom diindikasikan atau dituduh mendukung Aksi Bela Islam itu adalah pada 17 November 2016 GNPF MUI menemui Pimpinan DPR RI dan  secara lengkap diterima oleh  Ketua DPR RI Ade Komarudin dan empat wakil Ketua DPR RI untuk meminta dukungan dalam menegakkan hukum dan keadilan terhadap Ahok. Pimpinan DPR pun merespon dengan baik dan berjanji akan menindaklanjuti permintaan tersebut serta siap mengawal laporan tersebut hingga tuntas.

Tiba-tiba pada pada tanggal 22 November 2016 DPP Partai Golkar mengumumkan pencopotan Ade Komarudin dan menggantinya dengan Setya Novanto yang pernah jadi Ketua DPR RI lalu mengundurkan diri karena kasus “Papa Minta Saham”.

Jika itu adalah salah satu alasan Akom dicopot sebagai Ketua DPR RI, maka sebenarnya akan terbantahkan dengan fakta yang ada. Kita semua menyaksikan di media bahwa pada saat malam para peserta aksi Bela Islam yang dipimpin Habib Rizieq ingin menduduki Gedung Parlemen, pada saat itu pula Akom lah yang mempertahankan supaya pintu Gedung Parlemen tidak dibuka.

Sementara, Zulkifli Hasan (Ketua MPR), Fahri Hamzah dan Fadli Zon (Wakil Ketua DPR) meminta Sekjen DPR untuk membukakan pintu DPR. Akom tidak bergeming, karena sekali pintu DPR dibuka maka dengan mudah gedung DPR akan diduduki massa. Fakta ini lebih jelasnya telah ada di Kapolri, Kapolda dan Sekjen DPR. Adapun saat menerima GNPF MUI pada 17 November 2016 yang lalu, Akom hanya menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat yang wajib menerima dan menyampaikan aspirasi masyarakat.

Jika kemudian Akom dikaitkan dengan HMI, memang sebagai alumni dan besar diorganisasi itu tentunya Akom punya hubungan. Namun, hubungan yang dimaksud adalah silaturahmi sebagai senior atau kakak dengan adek-adeknya. Tidak ada hubungan secara langsung baik secara organisasional maupun hubungan personal.

Kalau toh mau dirunut, dalam Kongres HMI terakhir di Pekanbaru, Mulyadi (Ketua PB HMI) yang sekarang malah cenderung dekat dengan beberapa politisi Nasdem dan justeru dibantu logistiknya oleh Eka Sastra, Anggota DPR Komisi VI (tangan kanannya Novanto). Sementara calon yang minta restu Akom adalah Fikri Suadu (Tenaga Ahli Fraksi Golkar DPR RI) kalah dalam pertarungan tersebut. Jadi, baik secara langsung maupun tidak langsung Akom sama sekali tidak ada hubungan dengan aktivis HMI yang kemarin bentrok dalam demo bela Islam jilid II.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline