Apakah orang Islam di negeri ini mengakui adanya agama selain Islam, misalnya Kristen? Tak perlu berpikir panjang, jawabnya pastilah: mengakui. Karena itulah, banyak orang Islam yang tidak setuju kalau identitas agama ditiadakan di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Orang-orang Islam itu entah sadar atau tidak, karenanya telah menyelamatkan eksistensi agama lain di Indonesia, meskipun dengan cara yang sederhana. Bayangkan kalau mereka tidak mengakui adanya agama lain selain Islam. Pastilah, identitas agama itu dianggap tak perlu lagi ada dalam identitas warga negara.
Apakah orang Islam di negeri ini mengakui adanya agama selain Islam, misalnya Kristen? Tak perlu berpikir panjang, jawabnya pastilah: mengakui. Karena itulah, banyak orang Islam (untuk tidak mengatakan semua orang Islam), tidak berkeberatan (dan tidak ada protes-protes) adanya tanggal merah di kalender, bahkan menikmati liburan di tanggal merah itu, sekalipun tanggal merah itu adalah hari besar agama lain. Orang-orang Islam itu entah sadar atau tidak, karenanya telah menyelamatkan eksistensi agama lain di Indonesia, meskipun dengan cara yang sederhana. Bayangkan kalau mereka tidak mengakui adanya agama lain selain Islam. Pastilah, tak boleh ada tanggal merah untuk hari besar agama lain.
Apakah orang Islam di negeri ini mengakui adanya agama selain Islam, misalnya Kristen? Tak perlu berpikir panjang, jawabnya pastilah: mengakui. Karena itulah, ada bupati yang berasal dari PKS, menghadiahkan biaya perjalanan spiritual kepada pemuka agama selain Islam, karena yang bersangkutan telah berjasa kepada daerah. Bupati yang adalah seorang ustadz lulusan Timur Tengah itu, pastilah sadar bahwa ia telah menyelamatkan eksistensi agama selain agamanya di Indonesia, khususnya di kabupaten yang ia pimpin. Masyarakatnyapun tak ada protes. Bayangkan, kalau mereka tidak mengakui adanya agama lain selain Islam. Pastilah, ongkos perjalanan spiritual itu hanya dialokasikan khusus untuk pemuka agama Islam berangkat umroh atau naik haji saja.
Lantas, mengapakah tiap jelang atau pada hari natal, ramai diperdebatkan boleh tidaknya orang Islam mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani? Bukankah dalam kehidupan sehari-hari di sepanjang tahun, orang Islam toh juga sudah memberikan selamat (baca:menjamin keselamatan) kaum kristiani menjalankan agamanya? Adakah yang salah dari sebuah kata “selamat”? Mengapa kalimat ‘selamat natal’ tidak dipahami secara gamblang saja sebagai ungkapan jaminan keselamatan umat Islam kepada kaum kristiani untuk merayakan hari besarnya (natal)? Entahlah!
Selamat Natal!
(Penulis adalah seorang muslim)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H