Mungkin kita masih ingat dengan ratusan warga negara Indoensia (WNI) yang berangkat ke Suriah dan membela ISIS. Setelah ISIS harus kalah dari pemerintah resmi suria, para simpatisan itu terkatung-katung. Beberapa diantaranya sudah dipulangkan oleh pemerintah Indonesia dan mendapat program deradikalisasi dari Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) . Tapi sebagian maih di suria, dan saat ISIS kalah, mereka yang tersisa disana menjadi tawanan perang sedang sisanya yang merupakan perempuan dan anak-anak tinggal di tenda-tenda pengungsian dengan status Statelessness alias tidak berkewarganegaraan atau tidak diakui sebagai warganegara oleh negara manapun.
Kita patut mengambil pelajaran dari hal ini. Jika dari prespektif warga negara, kita layak mempertanyakan untuk apa mereka berangkat ke suria dengan keyakinan bahwa mereka menemukan "surga" atau negara Islam yang mereka dambakan sebagai umat muslim, yaitu suasana seperti zaman Nabi Muhammad.
Indonesia sendiri adalah negara yang berada di khatulistiwa. Negara yang hangat sepanjang tahun, tanpa ada kekawatiran kedinginan. Negara dimana banyak sekali pohon dan tanaman yang tumbuh, juga fauna yang memberlengkapi negara yang kaya raya ini.
Indonesia juga merupakan negara dengan keberagaman yang sangat kompleks. Mulai dari keberagaman etnis; berapa banyak suku di Indonsia, maka jawabannya banyak, bisa sampai puluhan. Berapa banyak bahasa di Indonesia; jawabannya banyak, bisa sampai ratusan. Begitu juga agama dan keyakinan serta warna kulit.
Di Indonesia, kita bangun dengan suasana nyaman. Di beberapa daerah kita disambut dengan udara segar dan cuitan burung-burung. Kita juga menjumpai banyak tanah yang subur untuk ditanami padi. Namun rupanya ada orang tidak puas dengan keberagaman dan kenyamanan hidup di Indonesia. Mereka menginginkan hal yang lebih yang ternyata zonk.
Gambaran negara damai seperti halnya zaman Nabi Muhammad memang sering dihembuskan oleh pihak ISIS baik berbentuk meme dan lain sebagainya, atau bisa kita sebut dengan provokasi atau propaganda ISIS. Dan banyak orang tergiur ke sana. Parahnya, narasi ini diamplifikasi (disebarkan dan dibuat menyebar ) oleh beberapa penceramah agama. Dalam dakwahnya mereka sering memperkuat narasi jihad dan mati syahid untuk agama dalam konteks peperangan di suria dan Gaza.
Otomatis dakwah ini sangat kontraproduktif, bahkan bersifat konfrontatif. Dakwah seperti itu membuat orang terinspirasi bersikap intoleransi sampai radikal, bahkan di banyak kasus bisa menyebabkan seseorang melakukan teror atas nama agama.
Tentu saja hal ini tidak bisa dibenarkan. Dakwah harus berbasis moderasi beragama dan ditunjang kesadaran atas keberagaman yang dimiliki oleh bangsa kita. Dengan begitu kita bisa mensyiarkan agama melalui dakwah dengan damai dan baik. Dakwah hendanya membawa kebaikan, jangan sampai berdakwah tapi menginspirasi intoleransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H