Masih ingat zaman pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2019 dan kemudian menjadi pandemi (menyebar) ke seluruh dunia pada awal 2020. Pandemi itu secara bertahap terhenti secara bvertahap sejak akhir 2021, 2022 dan seterusnya.
Pandemi itu memberi impact besar kepada masyarakat global karena persoalan itu bukan sekadar masalah kesehatan tapi juga berbagai bidang. Dunia perhubungan lumpuh, begitu juga pariwisata. Perdagangan dunia menjadi terbatas, begitu juga pendidikan tidak berjalan dengan noral saat itu. Belum lagi ratusan ribu orang di seluruh dunia yang meninggal karena pandemi itu.
Pada saat itu, semua orang selalu menjaga jarak satu dengan lainnya. Bahkan mereka yang berasal dari luar kota harus menjalani karantina selama dua minggu dan berbagai aturan yang membuat banyak orang frustasi. Bertemu di cafe tidak boleh karena cafe diharuskan tutup , begitu juga restoran. Orang tidak bisa berolahraga di tempat umum dengan leluasa seperti CFD, olahraga di gym dll.
Adanya jarak dari satu orang ke orang lain, karena tidak boleh berdekatan (aturan jaga jarak) untuk berkegiatan pada saat itu sangat menyiksa. Karena seperti tidak saling akur dan bermusuhan, padahal itu semata karena keadaan. Namun syukurlah, situasi itu sudah berlalu.
Saat ini kita masuk pada masa pasca pesta demokrasi, dimana warga Indonesia telah memilih person yang layak akan memimpin mereka selama lima tahun mendatang. Kita juga telah menyelesaikan pemilihan legislatif yang memilih wakil rakyat di parlemen. Namun berbeda dengan keadaan saat pandemi, dimana secara fisik memang berjauhan tetapi secara hati satu dengan lainnya saling merindukan, keadaaan ini berbeda dengan situasi sekarang.
Banyak orang yang memang secara fisik berdekatan, tetapi secara hati mereka berjauhan atau saling membenci. Hal ini bisa terjadi karena berbeda pilihan politik. Situasi pemilu 2024 memang agak berbeda dengan 2019 yang diwarnai dengan keterbelahan karena politik identitas. Pemilu kali ini memang bukan soal politik identitas tapi pilihan personal yang memang berbeda dan bernada keras.
Namun untung saja (masih untung) yang hatinya saling berjauhan adalah kalangan senior yang mempertahankan pilihannya masing-masing dan enggan untuk mengakui kemenangan lawan politik yang mereka pilih. Sedangkan para yunior yaitu generasi milenial dan Z melaksanakan pemilu kali ini dengan riang gembira. Ini tercermin dari partisipasi mereka melaksanakan pesta demokrasi. Mereka juga tidak menjauhkan hati dengan pemilih lain hanya karena perbedaan pilihan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H