Lihat ke Halaman Asli

Rudi Darma

pemuda senang berkarya

Jaga Kebeningan Rumah Ibadah

Diperbarui: 21 Februari 2019   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tentu kita semua  masih ingat saat warga Jakarta menghadapi Pilkada 2016 lalu. Saat itu jagat nyata dan maya amat riuh. Gaungnya tidak saja didengar oleh warga Jakarta, tapi juga oleh warga lain di luar Jakarta, bahkan di luar pulau Jawa.

Kontestasi tahun itu sempat dijuluki media asing sebagai Pilkada yang sangat riuh dan kasar yang pernah dihadapi oleh warga Indonesia. Jakarta dipenuhi dengan ujaran-ujaran kebencian yang ditujukan kepada salah satu orang yang menjadi calon gubernur yang juga petahana. Tak hanya remaja, tapi juga anak-anak dan dewasa ikut larut dalam suasana itu.

Tak cukup hanya itu, anjuran untuk memilih salahsatu calon gubernur tidak saja tersurat di wacana-wacana nyata, tapi juga sering terdengar di ceramah-ceramah agama di masjid. Para penceramah agama tak segan untuk menganjurkan umat untuk memilih salah satu calon gubernur. Malah tak jarang mereka menyebut nama calon yang dimaksud.

Fenomena itu membuat banyak warga terganggu. Terlebih warga yang memang berniat untuk beribadah sholat jumat. Mereka merasa tak selayaknya khotbah atau ceramah di masjid digunakan atau ditunggangi dengan kepentingan politik. 

Termasuk anjuran untuk memlih salah satu calon gubernur. Mereka yang merasa bahwa masjid harus tetap bening atau bersih dari kepentingan politik biasanya menghundari mendengar ceramah politik di masjid dan baru datang ketika memasuki masa sholat .

Tahun ini kita menghadapi Pilpres dan Pileg yang jauh lebih besar dan berat bagi bangsa. Mulai dari perangkat paling sederhana semisal RT dan Rw  sampai pada Komisi Pemilihan Umum(KPU) sudah menyiapkan diri dengan pesta demokrasi tersebut. Juga sebagian besar rakyat Indoensia sudah sibuk dengan berbagai sosialisasi. Kotak surat suara juga sudah mulai terdistribusi.

Dikatakan besar dan berat karena dalam Pemilu April depan itu, tidak hanya satu Pileg, tetapi ada tiga Pileg, disamping pemilihan DPD . Jika ditambah Pilpres maka surat suara yang harus dicoblos oleh warga Indonesia yang berhak memilih adalah lima surat suara.

Nah fenomena memasukkan unsure politik dalam ceramah atau khotbah di rumah-rumah ibadah sudah mulai terlihat , akhir-akhir ini. Mirip saat Jakarta menghadapi Pilkada seperti yang sudah diungkap di atas. 

Tentu saja ini akan mengganggu aura ibadah itu sendiri. Tak selayaknya kebeningan pikiran umat untuk beribadah kepada Allah terganggu dengan memasukkan kepentingan politik. Hubungan kita dengan Yang Maha Kuasa terlalu agung jika harus dikotori oleh kepentingan politik praktis itu.

Karena itu sebagai warga Negara dan umat , kita harus pandai untuk menjaga kebeningan hati. Mungkin kita mencoba untuk memberi masukan kepada pengurus masjid yang memasukkan unsure politik pada khotbahnya. Dengan begitu mungkin mereka tergugah dengan permintaan umat dan kembali mewujudkan kebeningan rumah ibadah hanya untuk ibadah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline