Lihat ke Halaman Asli

D Eksplorer

Freelancer

Pembela yang Membubarkan BUMN

Diperbarui: 2 Desember 2018   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bangka.tribunnews.com

Di warung kopi sampai dunia maya, banyak perbincangan soal BUMN. Salah satu topik pokoknya adalah soal BUMN yang disebut dijual, merugi, atau nasib buruk lain.

Sebagian percakapan disertai data. Sebagian lagi berdasar katanya saja. Sering sekali perdebatan menjadi panas di antara dua orang yang sebenarnya tidak saling kenal tapi sama-sama merasa paling tahu pada masalah yang dibahas.

Meski sering berbeda pendapat, semua merasa sangat peduli pada BUMN. Semua merasa sepatutnya BUMN menjadi perusahaan besar, selalu untung, dan tentu saja menghasilkan pelayanan terbaik. Sering juga BUMN Indonesia dibandingkan dengan BUMN negara-negara lain.

BUMN Indonesia memang pernah mengalami periode panjang tidak dikelola dengan benar. Prinsip manajemen nyaris tidak dipakai, banyak BUMN merugi. Karena, meski disebut badan usaha, tidak berarti BUMN benar-benar dikelola seperti layaknya perusahaan. Sering kali terdengar BUMN dianggap kalah perusahaan swasta yang bergerak di sektor yang sama. BUMN dicap lebih buruk dibandingkan swasta.

Perbaikan

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak BUMN terus dibenahi. Sistem pengelolaan diperbaiki, prinsip tata kelola usaha yang benar diterapkan. Perlahan BUMN semakin membaik.

Dalam upaya itu, tentu saja ada penolakan dari berbagai pihak, langsung maupun tidak langsung. Dari internal BUMN sendiri ada penolakan. Terutama dari kelompok yang kenyamanannya terganggu karena perbaikan sistem membawa perubahan. Dari luar, penolakan dilakukan dengan berbagai cara.

Sebagian orang yang membincangkan BUMN juga termasuk menolak BUMN menjadi lebih baik. Banyak yang menghindari memakai jasa Pos Indonesia dan memilih kurir swasta. Alasannya beragam, intinya Pos Indonesia buruk. Data kinerja dan pelayanan Pos Indonesia yang terus membaik tidak dipertimbangkan. 

Orang yang sama juga bersuara kencang saat mendengar Pos Indonesia disebut untungnya sedikit. Keuntungan sedikit itu kadang malah dipelintir menjadi rugi. Padahal, jelas sekali jika masih ada sisa setelah pendapatan dipotong biaya usaha, maka disebut keuntungan. Sementara jika pendapatan lebih kecil dibanding biaya usaha, baru disebut rugi. 

Banyak pula yang mengesampingkan fakta pelayanan Pos Indonesia dan BUMN lain termasuk di wilayah yang dijauhi swasta. Pelayanan di daerah terpencil, pulau terluar, daerah terisolasi disediakan oleh BUMN. Biaya pelayanan ke tempat-tempat itu amat besar dan sering kali tidak sebanding dengan pendapatannya. 

Namun, pelayanan ke sana harus disediakan karena di tempat-tempat itu ada WNI yang berhak dapat pelayanan. Swasta tidak mau ke sana. Swasta hanya mau melayani di wilayah yang mudah terjangkau dan dipastikan menguntungkan saja. BUMN tidak bisa seperti itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline