Lihat ke Halaman Asli

Preman dalam Keseharian

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Preman dalam bahasa Indonesia bisa jadi merupakan serapan bahasa asing " a free man". Orang bebas,  orang yang tidak terhubung dengan satu bentuk ikatan. Dalam kultur barat, free man ini digambar kan dengan kehidupannya yang berkelana dari satu kota ke kota lain menggunakan sepeda motor. Jaket kulit selalu disandang karena mereka melakukan perjalanan antar kota di waktu malam. Celana jeans, digunakan karena kuat dan tak perlu sering dicuci. Mereka  merasa dirinya bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan. Kekerasan yang timbul semata untuk memenuhi hasrat biologis otak primata. Makanan, tempat untuk istirahat, dan kegiatan seksual. Mereka melakukan itu sebagai sebuah pilihan. Orang-orang ini beranggapan bahwa hidup adalah petulangan, tidak perlu terkungkung dalam aturan kerja pukul 08-17, atau berada dalam bilik-bilik kantor berjam-jam. Hidup adalah berkah untuk dinikmati dalam perjalanan dan petualangan. Jika kehabisan uang, pulanglah menjadi ejekan, mengemis dan menurunkan harga diri, atau merampas milik orang lain. Tampaknya pilihan terakhir yang sering dilakukan oleh orang-orang yang mengaku bebas ini. Budaya tersbut pun terserap ke Nusantara dengan kata preman. Kata preman pun mengalami peyorasi dan lansung merujuk pada individu-individu yang melakukan kekerasan fisik pada orang lain dengan tujuan agresi. Bukanlah sesuatu yang baru ketika kekerasan fisik muncul di jalanan. Terlebih ketimpangan sosial ekonomi membuat orang berpikir mencari jalan pintas untuk kaya. Namun premanisme pu merambah ke dunia maya. Jauh langsung memasuki kehidupan anak-anak dan masa depan manusia. Ejekan, makian, sinisme, berita hoax, bullying, menjadi pemandangan rutin yang terjadi di situs jejaring sosial. Hal tersebut merupakan sebuah agresi guna menjatuhkan seseorang. Dilakukan terencana dan berulang guna meruntuhkan karakter orang tersebut dan membuatnya hilang harga diri. Preman dan korbannya merupakan sama-sama tak mendapatkan keuntungan. Selama masih adal komunitas di dunia ini, aksi kekerasan tetap akan muncul. Ini merupakan hasrat dari otak primata manusia. Hasrat paling dasar seorang species untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kelangsungan spesiesnya. Hanya kerber-adab-an seseoraang lah yang menentukan apakah ia mengendaliakn otak primatanya, atau menjadi budak dari otak primordialnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline