Lihat ke Halaman Asli

Ridwan, Risma, Jokowi dan Ahok : Mimpi Pencarian Pemimpin Muda, Mampu dan Bebas Kepetingan

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Baru saja saya menyaksikan siaran Tamu Istimewa di Global TV (Sabtu, 16 November 2013) yang menampilkan diskusi dengan Walikota Bandung yang baru, Ridwal Kamil. Sebenarnya saya sudah lama tahu dari pemberitaan media sosok Walikota ini. Seorang Arsitek, Lulusan Institut Teknologi Bandung dan University of California, Barkeley, telah lama bergerak di bidang sosial dan mempelopori beberapa kegiatan yang bersifat kemasyarakatan.

Disamping catatan buruknya (yang saya tidak ketahui), saya punya kesan setelah 30 menit acara tersebut.

Pertama, Ridwan adalah pemimpin yang muda (42 tahun), mengetahui masalah dan mau belajar. Dia menjelaskan ada tiga ratusan masalah yang mereka petakan di kota Bandung dan telah melakukan prioritas penyelesaian masalah. Beberapa masalah yang secepatnya perlu diselesaikan seperti mengurangi gelandangan-pengemis (gepeng) di Bandung dengan mempekerjakan mereka menjadi tenaga kebersihan. Anehnya, tidak semua gepeng yang bersedia menjadi tenaga kebersihan dengan gaji tetap yang diberikan pemerintah Kota Bandung, karena kenyataannya penghasilan mengemis jauh lebih besar. Hal ini juga yang menjadi perhatian seluruh masyarakat untuk ‘tidak terlalu ringan tangan’ memberi sesuatu bagi pengemis.

Kedua, bagaimana dia bercita-cita mengembalikan Bandung menjadi lebih bersahabat dengan taman-taman kota. Saya pernah tinggal di Bandung dan merasakan bagaimana sejuknya Bandung tahun 90-an. Namun kesan dingin dan sejuk itu sudah lama hilang setelah beberapa kali kunjungan ke Kota Bandung. Mudah-mudahan dengan program Walikota baru, dapat terwujud kembali bahkan lebih baik.

Ketiga, Walikota ini adalah pemimpin yang responsif dan berempati. Hal ini terlihat dari programnya yang melakukan makan siang bareng 7-10 orang staf bawah dari seluruh instansi/ SKPD. Melalui pertemuan khusus tersebut, semua staf dapat menyalurkan uneg-uneg nya dengan bebas, dan yang paling penting sang Walikota dapat masukan langsung/ mengetahui persis apa yang terjadi di bawah (jadi teringat diplomasi makan siang Gubernur Jokowi). Akan lebih baik lagi, jika jadwal ini diperluas dengan kelompok masyarakat lainnya.

Keempat, Dia adalah pemimpin yang kreatif. Bagaimana dia memetakan masalah, memilih prioritas dan menyampaikannya adalah sesuatu yang sangat kreatif. Misalnya, ketika dia menyampaikan slogan ‘Jadilah orang Bandung yang tidak hanya mencaci, tapi memberikan solusi’ adalah pilihan kata yang manjur. Manjur karena tidak merendahkan yang anti dia, dan tidak juga menyanjung yang pro. Hal lain adalah ketika Host menanyakan bagaimana masalah kemacetan Bandung setiap akhir pekan. Ini adalah pertanyaan jebakan. Jika dijawab “Orang Jakarta jangan datang” maka pengusaha akan berang, namun jika dijawab “Orang Jakarta harus kita pertahankan” orang Bandung yang terpengaruh macet mungkin akan marah. Jawaban yang diberikan pak Walikota ini adalah, silahkan orang Jakarta datang, tapi kita anjurkan untuk tidak bawa kendaraan. Kita akan menyediakan bus-bus yang bagus untuk mereka.Ini saya pikir merupakan solusi walau akan sangat sulit terealisasi.

Terakhir dan yang paling penting, adalah pemimpin yang sesuai “Kata dan Laku”. Hal ini terjawab waktu ditanya “Apakah masih melakukan kebiasaan bersepeda?”. Dia menjawab,”Masih. Masa pemimpinnya mengkampanyekan pro lingkungan dan bersepeda tapi tidak melakukannya? Kecuali sangat tidak memungkinkan, saya akan tetap bersepeda” katanya menutup. Inilah menurut saya sifat pemimpin yang sangat langka sekarang ini. Bagaimana dalam dirinya selaras apa yang dikatakan, dijanjikan dengan apa yang dilakukan. Dalam hati saya bertanya, apakah penduduk Banten akan percaya jika Gubernurnya berkata “Mari kita saling membantu” atau Bu Atut mengajak masyarakatnya “Mari kita hidup sederhana”? Saya pikir tidak seorang pun yang akan percaya.

Dari semua cerita diatas beberapa kesimpulan yang saya pelajari :

1.Ada beberapa pemimpin daerah yang menunjukkan karakter dan kemampuan mumpuni yang perlu di pelajari, dibahas dan diberitakan. Contohnya Jokowi-Ahok (Jakarta), Ibu Risma (Surabaya) dan Ridwan Kamil (Bandung) serta yang lainnya di daerah lain;

2.Jika memang kita yakini mereka pemimpin yang baik, benar, memiliki karakter dan kemampuan, ada baiknya kita menjadi sukarelawan membagi kisah sukses/ kebenaran dari pemimpin tersebut.

3.Saya bermimpi, di setiap daerah muncul forum-forum yang membahas calon pemimpin daerah; dengan harapan pemimpin tersebut dikenal luas di masyarakat. Hal ini tentu dengan membuat kriteria kepemimpinan seperti apa yang akan kita angkat ke permukaan. Sasaran akhirnya adalah mereka dapat dilamar oleh partai politik dengan biaya nol (partailah yang membiayai) atau kalau dapat kelompok masyarakat mensponsori calon pemimpin yang mereka anggap mumpuni. Siapa tahu ada birokrat pintar misalnya Kepala Dinas, Sekretaris Daerah, Tokoh Masyarakat dan Pendidikan yang dapat dimajukan jadi Bupati/Walikota, Para Bupati/Walikota yang dapat dimajukan jadi Gubernur dan sampai menjadi Menteri atau Presiden;

4.Jika ketiga hal diatas dapat terwujud, kampanye calon pemimpin pun bukan lagi melalui spanduk, baliho dan lain sebagainya yang hanya mengotori kota dan memboroskan, namun melalui kesaksian sikap/ cara hidup, karakter dan pekerjaan yang telah dilakukannya

Akhirnya, walaupun masih banyak pemimpin yang dapat dikategorikan bagus, namun sepanjang pemberitaan di media baru ke empat pemimpin daerah diatas yang secara khusus diliput oleh media. Namun dimikian, disamping keunggulan pemimpin diatas, tetaplah ada hal-hal yang kurang berkenan kepada kita (yang penulis tidak ketahui). Justru inilah tugas masyarakat untuk menjaga kinerja pemimpin tetap baik dengan memberikan solusi-solusi, serta mengawal kepemimpinan mereka, siapa tahu di awal bagus tapi akhirnya menjadi pemimipin yang “Lupa Kacang akan Kulitnya”. Bukankan pameo Power tend to corrupt, absolute power corrupt absolutly, sudah banyak terbukti?

Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline