Lihat ke Halaman Asli

Orang Baik Vs Pemimpin

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul diatas sepertinya provokatif. Bagaimana bisa mengadu antara pemimpin dan orang baik. Apakah pemimpin itu tidak ada orang baik, atau orang baik itu tidak ada yang bisa jadi pemimpin?

Pendapat awal ini saya simpulkan dari pengalaman 5 tahun di pemerintahan dan pengamatan di lingkungan kantor  dan terlebih media.

Televisi telah menyajikan data dan fakta bahwa banyak pemimpin kita yang 'jahat' kalau tidak bisa saya katakan berhati 'iblis'. Lihat saja mulai dari pejabat birokrat yang korupsi, anggota DPR/DPRD, dan banyak kepala daerah yang tersangkut kasus. Bukan hanya kasus korupsi, kasusnya juga terkait asusila, atau etika. Saya sering bertanya, mengapa tidak terlihat ada pemimpin yang baik dan 'berhati mulia'? Di titik ini saya sering 'pasrah', dalam hati 'emang gue pikirin?'

Pertama saya ingin menjelaskan versi saya siapa orang baik itu. Orang baik adalah orang yang rendah hati, lebih baik berbuat dari berjanji, lebih baik bekerja daripada ngomong doang, tidak suka memegahkan hasil karyanya. Orang baik juga tidak suka mempromosikan diri melalui iklan di pinggir jalan, atau di media massa. Orang baik yang saya kenal tidak suka menjilat. Dia akan mengatakan benar jika benar, dan salah jika salah walaupun resikonya dia tidak disukai orang. Orang baik tidak akan reaktif (langsung menghindar) jika di kritik, namun dia dengan lapang dada menerima dan introspeksi. Orang baik yang saya kenal tidak berhenti mengembangkan kapasitas diri dan terus belajar. Dia biasanya menunjukkan hasil karyanya, baru bicara. Namun yang paling saya hormati dari mereka adalah 'Kata-kata dan ucapan mereka sesuai dengan perbuatannya'.

Mencoba refleksi kebelakang saya mencoba mengingat bagaimana proses bapak-bapak yang terhormat terpilih dan menduduki kursinya?

Saya berani mengatakan, mereka bukan orang baik. Mereka adalah orang sombong yang suka memegahkan diri melalui iklan di koran dan spanduk di pinggir jalan. Mereka adalah orang yang mencalonkan diri, dengan mengatakan "Saya orang yang mampu, jadi pilihlah saya".Dia adalah orang yang suka berjanji tanpa pernah tahu bagaimana mewujudkan janjinya. Dia dengan lantang berkata "Jagalah Kebersihan Kota", tapi di waktu yang sama spanduk dan selebaran dirinya mengotori dan memperbanyak sampah perkotaan. Dia berteriak "Menciptakan pemerintahan yang bersih", tapi disaat yang bersamaan dia harus menyetor uang ke partai untuk dicalonkan menjadi calon Kepala Daerah atau calon DPR/D, atau menyebar kaos dan amplop ke masyarakat. Mereka yang dulu berteriak "Bersihkan KKN, tumpas Mafia Hukum", tetapi perusahaan mereka, saudara, anak atau iparnya bermain api di proyek-proyek pemerintah. Keluarga dan teman-teman di dudukkan di kursi-kursi 'empuk' tanpa melihat kompetensinya.

Berarti tidak ada lagi harapan, sebab orang baik tidak mungkin mencalonkan diri dan pemimpin yang ada dan yang akan datang bukan orang baik?

Saya melihat sedikit harapan. Orang baik pasti banyak disekeliling kita. Kita sebagai komunitas harus mencari dan menyaring beberapa orang baik untuk diajukan sebagai pemimpin. Komunitas harus melamar supanya dia tetap terhormat dengan rela mau diajukan sebagai pemimpin. Kita juga harus berjanji untuk mengurus segalanya, mulai dari penggalangan dana, kampanye, dan urusan-urusan administratif. Inilah konsekuensi dalam pencarian pemimpin terbaik. Kita harus buat kontrak dengan orang baik tersebut, bahwa tugasnya hanyalah berfikir dan membuat konsep cara memperjuangkan kesejahteraan, keadilan dan pemerintahan yang baik. Dia tidak perlu balas budi dalam bentuk materi, apalagi balas budi dalam bentuk pemberian jabatan atau proyek. Pada akhirnya (paling tidak dalam angan-angan saya), akan banyak orang-orang baik yang menjadi calon-calon pemimpin dan kita pun punya harapan, di waktu yang akan datang, orang baiklah yang akan duduk di kursi-kursi parlemen, dan kepala daerah.

(cat : Saya sedang mencoba membuat komunitas di dunia maya untuk menjaring, calon anggota DPR/D dan Kepala Daerah, versi masyarakat, bukan versi tokoh masyarakat apalagi partai).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline