Lihat ke Halaman Asli

Filsafat Heneng, Hening, Huning dan Hanung

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_112281" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock.com)"][/caption]

Assalamualaikum.

Beberapa tahun yang lalu penulis pernah berziarah di sebuah makam seorang Wali di tanah Jawa, tepatnya di daerah Paciran, Lamongan, yaitu makam waliyullah Raden Syarifudin atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Drajat.

Ada sesuatu yang menarik di benak penulis kala itu, yaitu di sebelah makam beliau terdapat pesan atau petuah alias nasehat dari beliau, kalau tidak salah ada tujuh pesan yang beliau wasiatkan kepada kita semua, petuah-petuah tentang falsafah kehidupan dan kearifan budi pekerti dan kesemuanya ditulis dalam bahasa Jawa yang sangat halus.

Tetapi dari tujuh pesan itu ada satu yang sangat menarik untuk dibahas dan dikupas, dan kita jadikan sebagai bahan renungan, yaitu petuah yang berbunyi: HENENG, HENING, HUNING, HANUNG atau kalo dalam terjemahan bahasa Indonesianya kurang lebih berarti : "Dengan kesabaran dan ketenangan dalam mensucikan diri dan menjernihkan pikiran serta selalu ingat atas ke-Adilan dan nikmat-nikmat Allah maka kita dapat menemukan jalan keluar yang terbaik".

Filsafat Heneng, Hening, Huning dan Hanung, adalah filsafat tentang pengendalian diri. Tata cara pengendalian diri kita dalam menghadapi gempuran-gempuran propaganda nafsu. Mengendalikan diri dari godaan-godaan syahwat duniawiyah yang terlalu berlebihan, seperti: ambisi dan keserakahan atas kekuasaan, kerakusan dan ketamakan atas harta benda, hasrat dan keinginan yang menggebu-nggebu atas sanjung puji dan kemasyuran, serta kesombongan dan kepongahan atas kemampuan diri.

Berikut ini akan penulis uraikan satu persatu makna daripada filsafat heneng, hening, huning dan hanung tersebut.

Yang pertama adalah Heneng, heneng artinya adalah Sabar, Pasrah serta Tawakal dalam menerima kehendak Allah atau dalam bahasa Jawanya “Nrimo Ing Pandum lan tansah Sumeleh marang Peparinge Gusti Allah”.

Sifat sabar dan selalu tawakal dalam menerima kehendak atau takdir Allah adalah merupakan senjata pamungkas dalam menghadapi ribetnya, ruwetnya, serta sesaknya beban hidup yang menghimpit dalam perjalanan waktu yang mesti kita lalui.

Dengan kesabaran serta ketawakalan kita kepada Allah, maka seberat apapun cobaan, godaan dan hambatan yang kita hadapi Insya Allah akan terasa ringan, ibaratnya hanya seperti Slilit yang terselip diantara sela-sela gigi kita.

Dan sebaliknya jika kita menghadapi setiap cobaan dengan perasaan putus asa, nggrundel dan ngresulo serta selalu mencaci maki takdir Allah, maka cobaan seringan apapun akan terasa seperti sebuah Gunung batu yang menghimpit punggung kita.

Perhatikanlah firman-firman Allah berikut ini:

Dan jadikanlah Sabar dan Sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang kusyu’. (QS: Al-Baqarah ayat 45)

Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta dengan orang-orang yang sabar. (QS: Al-Baqarah ayat 153)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar. (QS: Al-Baqarah ayat 155)

Maka bersabarlah kamu dengan kesabaran yang indah (QS: Al-Ma’arij ayat 5)

Jadi sangat jelaslah disini bahwa Kesabaran adalah kunci utama sekaligus senjata yang paling ampuh dalam menghadapi carut marut problematika kehidupan yang kita jalani.

Kedua adalah falsafah Hening, hening dalam pengertian sederhananya adalah mensucikan hati serta menjernihkan pikiran dengan bertafakur dan berdzikir kepada Allah.

Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna, maka hanya kepada-Nyalah hendaknya kita memuja, Allah adalah Dzat Yang Maha Indah maka kepada-Nyalah seharusnya kita tujukan hati kita, Allah adalah Dzat Yang Maha Segala-galanya, maka hanya kepada-Nyalah sepatutnya kita memohon.

Berdzikir, bermeditasi serta berkontemplasi kepada Allah akan membuat hati kita menjadi tentram, terasa sejuk segar, selaksa menghirup udara di pagi hari yang jernih.

Ke-Maha Indahan-Nya tak tertandingi, Ke-Maha Jelitaan-Nya tiada terperi, Ke-Maha Lembutan belaian-Nya, mampu menembus relung-relung hati berpendaran pada seluruh pembuluh darah dan urat nadi, maka rasakanlah keteduhan yang luar biasa, sambil mengucap:

Allah, Allah, Allah, Allah, Yaa Jamiil,

Allah, Allah, Allah, Allah, Yaa Latiif.,

Allah, Allah, Allah, Allah aku bersimpuh dipelataran-Mu, menunggu ridho dan rahmat-Mu, akankah Engkau bukakan pintu-Mu untukku.

Allah, Allah, Allah, Allah wahai Yang Perkasa, disini hamba-Mu yang fana,

berharap dan cemas adakah Engkau terima sembah sujudku.

Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “ Yaa Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka”. (QS: Ali Imran ayat 191)

Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah maka hati menjadi tentram (QS: Ar-ra’d ayat 28)

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk siapa yang di Kehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada baginya seorang pemimpin (QS: Az-Zumar ayat 23)

Yang ketiga adalah makna Huning, huning artinya adalah bersyukur atas karunia-karunia Allah, dan menyadari akan keadilan-keadilan-Nya.

Bersyukur mengandung makna bahwa semua karunia dan anugerah yang dicurahkan Allah kepada kita hendaknya, tidak membuat kita lalai atau sombong dari mengingat-Nya, setiap anugerah sekecil apapun itu mesti harus kita syukuri dengan jalan semakin meningkatkan pengabdian kita kepada Allah.

Kita hendaknya benar-benar meyakini akan Ke-Maha Adilan Allah, bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan baik itu perbuatan baik maupun buruk akan menerima balasan yang setimpal dari-Nya. Setiap perbuatan yang kita lakukan sekecil apapun itu maka sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Maha Mengawasi (Gusti Allah Ora Bakale Sare/Turu).

Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (Nikmat)-Ku. (QS: Al-Baqarah ayat 152)

Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya siksaku teramat sangat pedih. (QS: Ibrahim ayat 7)

Keempat yaitu makna daripada Hanung, hanung mengandung makna bahwasanya kita mesti menggunakan akal kita, memanfaatkan pikiran kita untuk selalu merenung, berfikir , menganalisa serta mentafakuri keindahan-keindahan karya cipta Allah.

Betapa banyak karya cipta Allah yang tepampang di alam semesta, dan sebagai makhluk yang berakal tentunya kita harus memikirkannya, merenungkannya, sehingga kita bisa mendapatkan ibrah atau pelajaran daripadanya.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran ayat 190).

Betapa besar keagungan Allah yang tergambar dalam diri kita sendiri sebagai manusia makhluk yang paling mulia dimuka bumi ini, adakah kita pernah merenungkannya ?

Dan terhadap dirimu sendiri.Maka apakah kamu tidak memperhatikan ? (QS: Adzdzaariyaat ayat 21)

Belajar dengan sungguh-sungguh, menuntut ilmu tak mengenal waktu dan usia, mempelajari perilaku alam semesta (Sunnatullah), meneliti metabolisme dalam diri kita sendiri, mengamati sifat-sifat manusia, agar kita bisa memperoleh hikmah dan manfaatnya. Sebab dengan terus belajar dan belajar, berfikir dan terus berfikir, maka kita tentu akan mudah mendapatkan jalan keluar dari setiap permasalahan hidup yang membelenggu kita.

Orang yang selamat adalah orang yang mampu mempelajari keadaan, mampu membaca situasi dan kondisi, menciptakan peluang dan kesempatan sendiri, tanpa harus menunggu kesempatan itu datang menghampiri.

Sak beja-bejane wong kang lali isih beja wong kang tansah eling lan waspada.

(Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat diwaktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut pada (azab) akherat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?. Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya oran-orang ber-akal-lah yang dapat menerima pelajaran. (QS: Az-Zumar ayat 9)

Doha, 06 April 2010

Wasalam

Rudi Setiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline