Lihat ke Halaman Asli

Ketika Validitas Tempo Dipertanyakan

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tempo, Pers yang puluhan tahun mewarnai spektrum demokrasi Indonesia, belakangan ini mulai marak diperbincangkan. Validitas TEMPO pun menjadi sebuah tanda tanya ketika berita yang dimuat seringkali mendapat pernyataan kontra oleh beberapa pihak.

Setelah kehidupan pers mendapatkan angin segar sejak bubarnya orde baru, tentulah ada beberapa kode etik yang harus dipenuhi. Kode etik ini diharapkan dapat mengarahkan kebebasan pers menuju kebebasan yang bertanggungjawab. Salah satunya adalah ketelitian dan kebenaran duduk persoalan yang didapatkan oleh pers sebagai bakal berita yang akan dimuat. Belakangan ini, pers yang cukup sering diisukan melanggar kode etik adalah tempo.

Dalam beberapa tweet yang dipublish oleh akun twitter @triomacan2000, menyatakan bahwa belakangan ini tempo mulai melebar dari haluan kode etik pers. Penuturan akun anonim yang menurut beberapa pihak sebagai akun bayaran ini ternyata cukup menyita perhatian publik.

Akun tersebut menyatakan beberapa hal terkait sisi negatif tempo. Pertama, tempo sering menerbitkan berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal itu dimungkinkan karena campur tangan kepentingan politik kedalam independensi tempo itu sendiri. Kedua, tempo mulai mengarahkan berita menjadi cerita. Penulisan bergaya feature oleh kompas dinilai terlalu berlebihan sehingga menyajikan beberapa khayalan dan imajinasi. Penulisan tersebut dilukis sedemikian rupa untuk menimbulkan kesan tersendiri oleh pembaca. Begitulah pandangan @triomacan2000 terhadap sisi gelap Tempo.

Akibat beberapa tweet tersebut, aktivis dunia twitter meragukan kualitas berita tempo, bahkan beberapa menyatakan kekecewaannya terhadap tempo setelah membaca kultwit tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi? Seperti yang sudah diketahui bahwa @triomacan2000 adalah akun anonim, yang mana adminnya sendiri masih dipertanyakan, seharusnya konsumen berita, apalagi konsumen twitter, tidaklah langsung menelan isi twitter tersebut.

Menurut tweet @triomacan2000, Tempo yang memuat genre feature dalam rangkaian beritanya, dianggap terlalu berlebihan sehingga mengabaikan fakta. Meninjau sudut historisnya, sebagai genre tulisan yang sudah diakui secara internasional, sebenarnya yang salah bukanlah feature itu sendiri. Melainkan kepentingan apa yang dibawa oleh seorang jurnalis. Ketika seorang jurnalis memang mempunyai kepentingan yang dikerucutkan dengan pemberitaan yang diangkatnya, genre spot news pun masih bisa digunakan oleh jurnalis tersebut. Sebaliknya, sesantai apapun pembawaan feature selama tidak ada kepentingan yang disandarkan oleh penulis, serta informasinya akurat, maka feature sepenuhnya dibenarkan.

Terlepas dari benar-salahnya informasi yang diusung oleh tempo maupun @triomacan2000, sebagai konsumen berita baik melalui twitter maupun media cetak, masyarakat harus mau mencari beberapa informasi tambahan sebagai penguji validitas berita tersebut. Ketika informasi yang dimuat akun anonim tersebut dengan mudahnya ditelan, korbannya adalah tempo. Begitu pula ketika pembaca langsung mencerna isi berita tempo, akan ada pihak yang menjadi korban.

Jadi, proses konsumsi berita adalah keraguan yang dilanjutkan dengan pencarian informasi pendukung. Mengingat presentasi dalam workshop jurnalistik di FEUI oleh Faris, “Dubito, Cogito Ergo Sum”, aku ragu, maka aku berfikir, maka aku ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline