Lihat ke Halaman Asli

Post-Election Stress Disorder: Kasus Amerika Dan Indonesia

Diperbarui: 27 Januari 2018   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada sebuah penelitian tahunan yang menarik dibuat oleh The American Psychological Association (APA). Organisasi psikolog Amerika ini mengeluarkan sebuah laporan dari hasil survey yang dilaksanakan pada tahun 2016, berkaitan dengan tingkat stress masyarakat Amerika terkait dengan masalah politik.

Di antara tingkat stress yang disurvey adalah yang disebabkan pada stress paska-kontestasi politik pemilihan (Post-Election Stress Disorder, PESD) presiden tahun 2016. Survey dilaksanakan dengan sampel sebanyak 3511 pada bulan Agustus 2016.

Dalam survey tersebut, disebutkan bahwa tingkat stress meningkat di mana sebanyak 57% warga amerika stress dengan kondisi politik yang ada, dan di antaranya sekitar 49% disebabkan pasca pemilihan presiden. Persentase tingkat stress ini banyak ditemukan pada para pendukung partai Demokrat, sebesar 72% dibandingkan 26% pada pendukung partai republik.

Seperti kita ketahui, pemilihan presiden Amerika lalu, Hillary Clinton yang diusung oleh partai demokrat dikalahkan oleh Donald Trump dari partai Republik. Sehingga paska pilpres tersebut, yang kemudian terjadi adalah tingkat stress yang diidap oleh pendukung partai demokrat (Hillary Clinton) lebih tinggi.

Sementara itu, kelompok orang-orang yang terkena stress ini juga bisa dikelompokan dalam beberapa kategori. Misal 53% adalah mereka yang berpendidikan universitas dibandingkan 38% dengan level Pendidikan SMA ke bawah.

Media yang memberikan kontribusi pada sumber stress adalah social media, sebesar 54% dibandingkan bukan social media, 45%. Dan 4 dari 10 orang dewasa terkena stress karena perbincangan di social media mengenai tema-tema politik dan social.

Sementara, bentuk-bentuk atau symptom dari stress tersebut diantaranya dampak psikis, yaitu perubahan perilaku seperti lekas marah, kecemasan atau khawatir dan selalu tegang. Sementara adapula yang berdampak pada fisik, seperti sakit kepala, insomnia, dan juga sakit perut.

Bagaimana dengan di Indonesia sendiri? Sepanjang yang saya tahu, belum ada lembaga kredibel yang menyelenggarakan survey serupa. Akan tetapi, bila kita aktif mencermati dunia social media, sepertinya fenomena yang sama juga terjadi. Sayangnya fenomena di sosial media hanya mampu menangkap syndrome psikis bukan fisik. Tentu saja kita sulit mendeteksinya secara fisik di sosial media. Tapi baiklah, kita bisa bahas lebih lanjut hal yang bersifat psikis tersebut.

Pada pilpres 2014 dan juga pilgub DKI 2017 terjadi fenomena yang sama. Paska kedua pemilihan tersebut bisa ditemukan syndrome stress yang sama pada kubu para pendukung yang kalah, seperti yang terjadi paska pemilihan presiden di Amerika tersebut. Luapan syndrome stress, paska pemilihan (Post-election Stress Disorder) bisa tergambarkan melalui sosial media. Ada semacam kemarahan tanpa sebab. Kemudian selalu tegang dan kesal dengan pemberitaan dari pemenang kontestasi politik tersebut.

Kita bisa melihat luapan emosi dan penolakan yang diungkapkan di sosial media karena kekalahan yang dialami kandidat yang didukungnya. Luapan emosi yang disertai kemarahan ini mudah terlihat dari diungkapkan kata-kata yang tidak umum dalam komunikasi publik secara langsung (misalnya kata-kata kasar atau merendahkan), yang dituliskan di laman sosial media miliknya, atau milik pendukung lawannya. Sebagian lagi menyalurkan tingkat kestressannya melalui meme-meme yang dibuat dan kemudian diviralkan dalam sosial media.

Kemudian juga muncul syndrome stress lainnya, seperti syndrome kecemasan atau kekhawatiran. Syndrom kecemasan atau kekhawatiran ini sesungguhnya tidak lebih adalah halusinasi yang dibuat dan dibentuk oleh pikirannya sendiri kemudian diulang-ulang oleh mereka-mereka yang mengalami syndrome yang sama. Halusinasi, yang tentunya tentang keburukan itu, kemudian disematkan seolah adalah sebuah kenyataan yang terjadi saat itu atau akan terjadi dalam masa yang dekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline