KOALISI dapat didefinisikan sebagai satu jalinan kerjasama yang dibentuk antara dua atau lebih pihak yang berkongsi kepentingan untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Ketentuan tentang besaran perolehan jumlah kursi maupun suara sah nasional yang menjadi syarat untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden cenderung selalu berubah setiap kali pelaksanaan pemilu.
Dalam sistem pemilihan presiden dan kepala daerah di Indonesia, seseorang dicalonkan untuk jabatan tersebut oleh sebuah partai politik atau gabungan partai politik. Keberadaan partai politik sampai saat ini setidaknya masih membantu mengurangi tingkat kesulitan memperkirakan perilaku pemilih terhadap calon-calon presiden dan kepala daerah yang akan bersaing dalam pemilihan.
Apalagi, partai-partai politik di Indonesia sejak awal sudah menentukan arah dan tujuannya. Ada dua kesamaan platform besar: nasionalisme dan keagamaan.
Menuju Pemilu 2024, sejumlah parpol sudah membentuk koalisi. Itu diawali dengan pembentukan Koaliasi Indonesia Bersatu (KIB), yang diinisiasi oleh Golkar, PAN dan PPP. Parpol lainnya mencoba mengikuti jejak Golkar, PAN dan PPP. Koalisi antara Gerindra dan PKB menyusul kemudian.
Deklarasi pembentukan koalisi Gerindra dan PKB ini bahkan dilakukan secara besar-besaran, melebihi deklarasi KIB. Namun, gemuruhnya koalisi kebersatuan Gerindra dan PKB tidak berarti membuat kebersamaan keduanya kokoh. Godaan terus datang. Terkini, Gerindra juga semakin mesra dengan PDI Perjuangan.
Kita sadari bahwa koalisi di antara partai-partai politik masih sangat dinamis, mengingat peta pemilih di Pemilu 2024 diprediksi juga semakin variatif karena tidak ada calon presiden petahana. Pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sudah pasti menuntaskan amanahnya pada 2024 tersebut.
Inilah yang membedakan Pemilu 2024 dengan Pemilu 2014 atau 2019, yakni tidak adanya calon presiden yang masih menjabat yang kembali menyalonkan diri kembali atau petahana.
Hal ini pula yang membuat peta penyebaran pemilih atau kantong suara semakin bervariasi, yang pada akhirnya menyebabkan juga peta koalisi masih sangat dinamis. Poros kaolisi parpol untuk Pilpres 2024, misalnya, tentunya mempertimbangkan tiga jenis pemilih. Yakni, pemilih yang puas dengan kinerja Jokowi, pemilih yang moderat, dan pemilih yang kurang puas terhadap kinerja Jokowi.
Mengacu pada aspek perekrutan tiga kantong suara itulah, koalisi di antara parpol juga terus berkembang. KIB masih mencari pendamping lain dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) disebut-sebut segara bergabung. PSI memang hasil pencarian dari Golkar, tetapi bukan berarti PAN dan PPP bakal menepisnya.
Mempertimbangkan kantong suara PSI yang mayoritas pemilih milenial, generasi Z yang termasuk kalangan wiraswasta muda, KIB tentu memandang bergabungnya PSI akan memperkuat basis suara mereka. Baik untuk Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak.
Demikian dengan pandangan Gerindra. Prabowo Subianto dan para pengurus teras Gerindra sangat mungkin masih belum puas dengan hanya menggandeng PKB. Apalagi, tidak ada klausul dalam kebersamaan mereka untuk tidak bisa bekerja sama dengan parpol lainnya. Dalam hal ini Gerindra tentunya sulit menolak 'pinangan' dari PDI Perjuangan. Disebut pinangan, karena yang tampaknya lebih agresif melakukan pendekatan adalah PDIP.