Lihat ke Halaman Asli

Rudi Nofindra

Guru Biasa

Dakwah Kultural, Kepatuhan dan Solidaritas

Diperbarui: 28 April 2020   02:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak diumumkan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui  Fatwa No.14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah covid-19 yang juga dijadikan dasar oleh pemerintah sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya. Sepintas dalam pikiran banyak orang adalah bahwa hal ini tidak akan menjadi persoalan ditengah-tengah masyarakat khsusnya umat muslim. Memasuki Ramadan, satu per satu terdengar dibeberapa wilayah yang ada di Indonesia ternyata terdapat banyak reaksi yang muncul mulai dari kalangan jamaah bahkan MUI yang berada di kota/kabupaten tidak seirama dengan Fatwa yang telah dikeluarkan oleh  MUI pusat. S Kita coba lihat lagi fakta selanjutnya, tidak saja MUI bahkan organisasi keagamaan terbesar di indonesia seperti Muhammadiyah dan NU juga memiliki himbauan yang sejalan dengan MUI. Lantas, apa lagi sebenarnya yang terjadi ketika sudah ada jaminan melalui fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam kondisi pandemi ini. 

Munculnya  berbagai persoalan di masyarakat saat ini  bagi sebagaian cerdik pandai adalah sebuah tantangan terlebih menyoal terhadap pemahaman masyarakat  dalam perkara ibadah saat situasi tertentu atau darurat.  Menyorot fenomena yang berkembang menyita perhatian yang cukup banyak dari kalangan intelektual serta membutuhkan solusi serta pendekatan yang konkrit. Salah satu pilihan solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mengembangkan dan melakukan kreasi dan inovasi terhadap metode dakwah yang dilakukan kepada masyarakat. Dakwah yang dilakukan perlu disesuaikan dan menyentuh langsung pada realitas persolaan yang sehari-hari dihadapi oleh masyarakat dimana dakwah tersebut berlangsung. Oleh karena itu, pendekatan yang bisa dilakukan salah satuya adalah dengan melakukan dakwah kultural. 

Dr.Agung Danarto, M.Ag  pendakwah dan tokoh Muhammadiyah (2016) mengatakan, "Metode dakwah kultural sangat menghargai potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya, sekaligus melakukan upaya dan usaha agar budaya tersebut membawa pada kemajuan dan pencerahan hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam,".  Dapat kita ambil pembelajaran dari perkataan tokoh Muhammadiyah tersebuat bahwa Dakwah kultural menjadi salah satu cara berdakwah dengan menanamkan nilai-nilai islam melalui dimensi kehidupan yang memperhatikan sekaligus menyesuaikan kecendrungan manusia sebagaimana  dalam kacamata budaya manusia adalah makhluk budaya yang berkemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan dan bertanggung jawab melalui akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya sebagaimana dahulunya ketika islam masuk ke indonesia,  Oleh karena itu Dakwah kultural ini sangat concern pada penafsirkan ajaran Islam dengan memahami dan memberi apresiasi pada kondisi psikologi, sosial, ekonomi serta kondisi obyektif sasaran dakwah dalam rangka membentuk kognitifitas dalam masyarakat. 

Merujuk kepada kondisi saat ini  upaya penanggulangan virus ini membutuhkan kesikapan serta komitmen masyarakat. Apapun alasannya, sebuah bencana/wabah seperti covid-19 jauh akan lebih cepat bisa diatasi ketika masyarakat bersinergi dengan seluruh komponen bangsa. Momentum pandemi ini hendaknya memunculkan kesadaran serta perasaan bahwa ini adalah persoalan  sekaligus perekat bersama sebagai sebuah bangsa, dan kesempatan menggalang kekuatan bersama untuk bergotong royong menanggulangi wabah ini. Solidaritas adalah refleksi dari perasan saling percaya antara manusia dalam suatu kelompok atau komunitas dan akan terbentuk dengan baik bila dalam implementasinya apabila  kognitifitas dalam masyarakat sudah terbentuk dengan baik. Kalau orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu, menjadi persahabatan, menjadi saling hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan sesamanya. 

Akhirnya masyarakat cerdas bisa dilihat dengan pluralitasnya dalam melihat keberagaman tanpa ada hasrati apapun maupun muatan-muatan kepentingan serta menjunjung tinggi objektifitas dan kebebasan berpendapat demi  kepentingan bersama, serta menghilangkan paham-paham dalam masyarakat yang selama ini menjadi sekat dalam kehidupan bermasyarakat.  Tindakan yang mementingkan diri dan kelompok harapanya dapat dihilangkan dan sangat tidak diperlukan dalam kondisi saat ini.  

Kehadiran negara dalam hal ini pemerintah harus mengutamakan keselamatan rakyat dibandingkan kepentingan lainnya, bahkan ekonomi sekalipun. Ini merupakan kekuatan moral yang harus ditumbuhkan kembali oleh pemerintah dan masyarakat, agar indonesia kembali dikenal sebagai, Indonesia sebagai bangsa dan  masyarakat yang suka tolong menolong, memiliki daya juang  seakan setiap kejadian memberi pesan kepada siapapun untuk terus belajar mengikuti perkembangan perilaku dan budaya masyarakat sekitar.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline