Lihat ke Halaman Asli

Rudi Sinaba

Advokat - Jurnalis

Ida B. Wells : Wanita Perkasa, Jurnalis Pelopor Kebebasan Pers dan Pejuang HAM

Diperbarui: 20 Desember 2024   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ida B. Wells (Sumber : Wikipedia)

Ida B. Wells: Jurnalis dan Aktivis Pelopor dalam Perjuangan Melawan Ketidakadilan

Ketika membicarakan perjuangan melawan ketidakadilan, nama Ida B. Wells muncul sebagai salah satu tokoh paling menginspirasi dalam sejarah Amerika Serikat. Lahir di masa pasca-perbudakan, ia adalah seorang jurnalis, aktivis, dan pemimpin yang berjuang tanpa kenal lelah melawan diskriminasi rasial, lynching, dan ketidakadilan gender. Perjalanan hidupnya penuh risiko dan pengorbanan, tetapi pengaruhnya terus terasa hingga hari ini, terutama dalam perjuangan hak asasi manusia dan kebebasan pers.

Siapakah Ida B. Wells? Mengapa kisahnya begitu penting untuk dipahami? Artikel ini akan mendalami biografi dan perjuangannya, menunjukkan bagaimana ia melampaui rintangan pribadi dan sistemik untuk menciptakan perubahan sosial yang signifikan.

Lahir dalam Bayang-Bayang Rekonstruksi: Awal Kehidupan Ida B. Wells

Ida B. Wells lahir pada 16 Juli 1862 di Holly Springs, Mississippi, saat Amerika Serikat tengah menghadapi transisi besar pasca-Perang Saudara. Ini adalah periode Rekonstruksi, di mana negara mencoba membangun kembali masyarakat setelah perbudakan dihapuskan melalui Amendemen Ketiga Belas. Namun, optimisme era ini segera digantikan oleh realitas pahit: diskriminasi yang dilembagakan dan kekerasan sistemik yang terus menargetkan komunitas kulit hitam.

Mississippi, tempat Ida dilahirkan, adalah pusat ketegangan rasial yang intens. Di negara bagian ini, masyarakat kulit putih berjuang untuk mempertahankan supremasi mereka melalui berbagai cara, termasuk kebijakan Jim Crow yang memperkuat segregasi rasial. Dalam konteks ini, praktik lynching berkembang pesat. Hukuman mati tanpa pengadilan ini sering kali digunakan sebagai alat teror untuk menundukkan dan mengintimidasi komunitas kulit hitam, khususnya pria kulit hitam yang dianggap sebagai ancaman terhadap dominasi ekonomi dan sosial kaum kulit putih.

Bagi perempuan kulit hitam seperti Ida, rasisme yang brutal sering kali diperparah oleh seksisme. Sebagai anggota masyarakat yang secara historis dimarjinalkan, mereka dianggap tidak memiliki kapasitas intelektual atau kemampuan untuk menjadi pemimpin. Stigma ini menambah tantangan yang harus dihadapi Ida dalam hidupnya.

Kehilangan di Usia Muda: Ujian Awal Kehidupan

Wells adalah anak kedua dari tujuh bersaudara dalam keluarga yang mengalami kebebasan setelah perbudakan. Ayahnya, James Wells, adalah seorang tukang kayu yang juga aktif dalam politik lokal dan memperjuangkan hak-hak kulit hitam. Ibunya, Elizabeth Warrenton Wells, adalah seorang ibu rumah tangga yang berkomitmen mendidik anak-anaknya. Kedua orang tuanya adalah pilar penting dalam membentuk pandangan dan ketangguhan Ida.

Namun, hidup Ida berubah drastis pada tahun 1878 ketika wabah demam kuning melanda Holly Springs. Wabah ini merenggut nyawa banyak penduduk, termasuk kedua orang tuanya dan salah satu adiknya. Pada usia 16 tahun, Ida menjadi yatim piatu dan mengambil peran sebagai kepala keluarga untuk menghidupi lima adik yang tersisa.

Keadaan ini memaksa Ida untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan sebagai guru di sebuah sekolah lokal. Meski ini adalah tanggung jawab yang besar untuk remaja seusianya, Ida menunjukkan tekad yang luar biasa. Dengan upah yang kecil, ia berusaha menjaga keutuhan keluarganya, sembari mempertahankan hasratnya terhadap pendidikan dan keadilan sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline