Jam Tangan Tua di Dalam Laci
Jam tangan tua di dalam laci,
Tersimpan rapi, sepi sendiri.
Punya kisah yang tak terucap,
Bergulir waktu tanpa berhenti.
Benturan jarum di setiap detik,
Terlupakan dalam hening malam.
Suaranya pelan, namun sarat makna,
Menyimpan kenangan yang selalu abadi.
Di balik kaca, retakan halus,
Seperti ingatan yang rapuh dan pudar.
Tangan yang dulu memakainya,
Kini tak lagi terjamah waktu.
Cincin debu menempel di sisi,
Melawan kekuasaan masa yang mengikis.
Setiap putaran menari dengan sunyi,
Seakan berbisik tentang perjalanan hidup.
Sekelilingnya berdebu dan terkubur,
Namun, siapa tahu apa yang disimpan?
Ia telah menyaksikan dunia berubah,
Meski terpendam dalam kekosongan laci.
Setiap detik yang pernah berjalan,
Menjadi kenangan yang jauh,
Namun, jam tangan itu tetap ada,
Dengan keberanian yang tak tampak jelas.
Pernah ia menjadi penunjuk waktu,
Bersama langkah kaki yang cepat.
Kini, ia diam, tak tergerak,
Menunggu pemiliknya yang tak kembali.
Tentu ada kisah dalam jarumnya,
Cinta, tawa, atau perpisahan yang pahit.
Terkubur dalam sisa usia,
Namun, tak akan pernah benar-benar mati.
Bukan sekadar logam dan kaca,
Namun simbol perjalanan hidup.
Jam tangan tua itu menjadi saksi,
Perjalanan hati yang telah lama terlupakan.
Di dalam laci yang penuh kenangan,
Jam itu tetap berdetak meski tanpa suara.
Seperti detak hati yang tak pernah padam,
Menyimpan waktu yang tak bisa diulang.