Di Stasiun Ini, 20 Tahun Lalu
Di stasiun ini, 20 tahun lalu,
Kita berdiri, menanti kereta yang tak kunjung tiba,
Wajahmu penuh harap, senyummu manis,
Janji terucap, kata-kata yang menghangatkan jiwa.
Langit sore mengiringi perpisahan,
Kau genggam tanganku erat, seolah tak ingin lepas,
Aku percaya pada setiap ucapmu,
Bahwa kita akan bersama lagi, suatu hari nanti.
Kereta datang, kau melangkah masuk dengan langkah ragu meninggalkan aku di sore itu,
Aku melambaikan tangan dengan berat hati,
Mata kita bertaut, tak ingin berpisah,
Sebuah janji berbisik, "Aku akan kembali."
Waktu pun berlalu, hari demi hari,
Di stasiun ini, aku menanti penuh harap,
Namun tahun berganti, bulan berlalu,
Kau tak pernah kembali, tak pernah menepati.
Aku mendengar kabar dari jauh,
Kisah yang tak pernah kau sampaikan,
Bahwa janji yang kau buat hanyalah dusta,
Menghancurkan harapan yang ku bangun tinggi.
Di sini, di stasiun ini, aku tersadar,
Bahwa kenangan kita hanyalah ilusi,
Ternyata kata-kata manismu hanyalah penawar,
Untuk luka yang tak pernah kuharap dalam hidup.
20 tahun berlalu, dan kini aku berdiri lagi,
Memandang rel yang membentang jauh,
Tak ada lagi harap yang kutitipkan,
Hanya rasa pahit yang tersisa di hati.
Stasiun ini menyimpan sisa cerita,
Tentang cinta yang sirna, tergerus dusta,
Kereta terus melaju, tak pernah berhenti,
Meninggalkan kenangan yang tak akan kembali.
Aku pun belajar menerima,
Bahwa waktu tak bisa diulang kembali,
Dusta menggilas semua yang kita miliki,
Mengubah cinta menjadi kenangan pahit yang tak berarti.
Kini aku hanya penumpang sepi,
Menanti kereta yang tak pernah kutahu tujuannya,
Tak lagi berharap, tak lagi mengingat,
Hanya merelakan apa yang sudah hilang.