Sepotong puisi basi di dalam hati,Terlupakan waktu yang mengikis janji,Berbaris kata yang pernah indah terukir,Kini pudar, memudar, dalam senyap getir.
Hati pernah penuh dengan rasa,
Sajak cinta mengalir bagai asa,
Namun waktu membawa jauh pergi,
Menyisakan sisa sunyi yang tak terobati.
Rima yang dulu menari dalam bayang,
Kini membeku dalam keheningan yang panjang,
Tak ada lagi suara angin yang berbisik,
Hanya sunyi dan sepi yang tak terusik.
Puisi ini mungkin basi, tak bermakna,
Namun ia adalah kenangan yang ada,
Bertahan dalam ruang yang tak terlihat,
Di sudut hati yang mulai penat.
Mengapa kata-kata kini tak berdaya?
Hilang makna di antara nestapa,
Dulu indah, mengalun lembut,
Sekarang hambar, terasa surut.
Baris demi baris, rima meredup,
Tak ada lagi semangat yang mengendap,
Hanya secarik kertas yang lusuh,
Dengan tinta kering yang memudar sudah.
Aku menulis, aku merenung,
Menggali kenangan dari waktu yang mengusung,
Namun semua terasa kosong dan hampa,
Sepotong puisi basi, tak lagi ada makna.
Dulu ia bersinar dalam cahaya pagi,
Kini terjebak dalam senja yang sunyi,
Apakah semua ini hanya mimpi belaka?
Atau memang waktu telah menghapusnya?
Tak perlu lagi aku mencari rima,
Cukup bagiku mengingat aroma,
Dari puisi yang pernah jadi hiasan,
Sekarang hanya sisa kenangan.
Kita pernah tertawa bersama baris-baris ini,
Kini hanya tinggal hampa dalam sepi,
Puisi basi, cinta yang tak terucap,
Hanya tinggal kenangan yang tak terungkap.
Biarlah waktu menghapus bayangan,
Mengeringkan tinta dari harapan,
Sepotong puisi basi, aku terima,
Sebagai bagian dari hati yang terluka.