Lihat ke Halaman Asli

Rudi Sinaba

Advokat - Jurnalis

Walau Langit (Tidak) Akan Runtuh, Keadilan (Tidak) Harus Ditegakkan

Diperbarui: 31 Oktober 2024   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Infonews

"Walau Langit (Tidak) Akan Runtuh, Keadilan (Tidak) Harus Ditegakkan"

Oleh : Rudi Sinaba

Sebagai pengantar, saya ingin mengungkapkan permohonan maaf atas penggunaan adagium hukum yang ditulis secara negatif dalam judul tulisan ini di atas.  Saya menyadari bahwa prinsip-prinsip hukum yang kita junjung tinggi seharusnya dipandang dengan penuh rasa hormat dan integritas. Namun, rasa kecewa yang mendalam terhadap kondisi sistem peradilan saat ini mendorong saya untuk menyampaikan perasaan ini dengan cara yang mungkin tidak konvensional. Ini adalah ungkapan dari kekecewaan yang saya rasakan, yang tidak hanya mencerminkan pandangan pribadi saya, tetapi juga mewakili keresahan banyak orang yang berharap akan keadilan yang sejati.

Kekacauan di dunia peradilan Indonesia saat ini mengguncang keyakinan publik terhadap institusi yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi keadilan. Berita tentang kasus-kasus korupsi di lingkungan badan peradilan, seperti yang melibatkan Sekretaris Mahkamah Agung HH, Hakim Agung GS, dan mantan pejabat MA ZR yang melibatkan 3 oknum hakim pengadilan negeri Surabaya dalam perkara suap, menjadi sorotan publik yang mencerminkan praktek mafia perkara yang sudah berlangsung lama namun terselubung. Di tahun 2024 ini, penangkapan ZR, yang diduga terlibat dalam makelar perkara dengan menyita uang hampir 1 triliun rupiah dan emas 51 kg, semakin memperparah citra peradilan yang sudah terlanjur tercemar. Apa yang kita saksikan adalah sebuah pengkhianatan terhadap nilai-nilai keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi.

Di tengah hiruk-pikuk berita mengenai penegakan hukum, kita sering kali bertanya: Di mana letak keadilan di balik semua ini? Rakyat yang mengharapkan keadilan justru dihadapkan pada kenyataan bahwa sistem hukum yang ada tampaknya lebih menguntungkan mereka yang berduit dan berpengaruh. Kasus-kasus hukum kini tidak hanya sekadar masalah yang dihadapi individu, tetapi juga mencerminkan perjuangan antara kekuatan uang melawan prinsip keadilan. 

Ketika keadilan bisa dibeli, apa arti sebenarnya dari hukum itu sendiri?
Munculnya tuntutan dari pemerhati dan pengamat untuk mengusut tuntas kasus makelar perkara di MA adalah langkah positif, namun apakah itu cukup? Hal ini menunjukkan bahwa ada harapan untuk melakukan perubahan, tetapi harapan ini harus disertai dengan tindakan nyata. Reformasi total di seluruh tubuh institusi peradilan harus dilakukan, tidak peduli seberapa besar risikonya. Rakyat pencari keadilan berhak tahu apakah mereka pernah dirugikan oleh praktek mafia peradilan ini. Memperlihatkan semua sisi gelap dalam sistem hukum kita adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan.

Dahulu, Indonesia memiliki sosok-sosok hakim yang diakui integritasnya, seperti Wirjono Projodikoro dan Subekti. Namun, mencari hakim yang memiliki karakter serupa di era ini bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami. Dalam situasi di mana perkara hukum melibatkan pihak-pihak yang berduit, termasuk perusahaan-perusahaan multinasional, godaan untuk memenangkan perkara sering kali mengalahkan prinsip-prinsip keadilan. Ini adalah tantangan nyata yang harus dihadapi oleh setiap advokat, termasuk saya sendiri.

Sebagai seorang advokat, kekesalan dan kekecewaan ini mendorong saya untuk merenungkan makna dari pekerjaan saya. Di saat-saat seperti ini, ungkapan “lakukanlah kebenaran maka kau akan bahagia” menjadi semakin relevan. Kebenaran dan moralitas adalah dua isu utama dalam filsafat yang mengingatkan kita akan pentingnya menjalani hidup dengan integritas. Namun, ketika sistem peradilan tampaknya lebih condong kepada mereka yang memiliki uang dan kekuasaan, apakah masih ada ruang untuk kebenaran?, mengapa korupsi judisial masih tetap saja terjadi walau telah banyak hakim, jaksa, polisi dan pengacara yang pernah dihukum karena persoalan yang sama?, ini tentunya menyangkut moral, integritas dan sistem yang rusak.

Mengetahui bahwa hakim agung seperti Wirjono Projodikoro dan Subekti dihormati karena prinsip dan integritasnya, saya merasa betapa langkanya sosok-sosok seperti itu di Indonesia saat ini. Masyarakat membutuhkan pemimpin yang berani berdiri untuk kebenaran, meski resiko yang dihadapi sangat besar. Tanpa adanya integritas di kalangan penegak hukum, keadilan menjadi sebuah konsep yang tidak lebih dari sekadar slogan.

Dalam kondisi ini, kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apa makna keadilan bagi kita? Apakah kita akan membiarkan sistem ini terus berlanjut, ataukah kita akan berjuang untuk perubahan? Mungkin, saatnya telah tiba bagi kita untuk membuka kotak Pandora dan mengungkap semua praktek busuk yang menggerogoti sistem hukum kita, atas nama keadilan  setiap orang atau oknum yang terlibat langsung maupun tidak langsung harus diminta pertanggungjawabannya. Karena pada akhirnya, keadilan tidak hanya menjadi tanggung jawab para advokat atau hakim, tetapi juga tanggung jawab setiap warga negara yang peduli dengan masa depan hukum dan keadilan di tanah air.

Kekecewaan dan frustrasi ini bukan hanya milik saya; ini adalah suara dari banyak orang yang berharap pada keadilan. Kita tidak dapat membiarkan langit runtuh tanpa melakukan sesuatu. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengambil tindakan, menuntut perubahan, dan memperjuangkan keadilan yang sejati. Mungkin langit tidak akan runtuh, tetapi keadilan yang tidak ditegakkan dapat menghancurkan harapan dan kepercayaan rakyat. Kita semua berhak untuk mengetahui dan mendapatkan keadilan, tanpa terkecuali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline