Kebahagiaan adalah kondisi emosional dan mental yang mencerminkan perasaan puas, senang, dan sejahtera. Kebahagiaan bisa berarti berbagai hal tergantung pada konteks dan perspektif individu, budaya, atau filosofi tertentu. Secara umum, kebahagiaan mencakup.
Kebahagiaan sering diartikan sebagai perasaan atau pengalaman subjektif yang meliputi kegembiraan, ketenangan, dan kepuasan hidup. Ini termasuk perasaan senang ketika mencapai tujuan, terhubung dengan orang lain, atau menikmati momen-momen kecil dalam kehidupan sehari-hari.
Kebahagiaan juga bisa diartikan sebagai kondisi jangka panjang yang lebih stabil, yang melibatkan kesejahteraan emosional, mental, dan fisik. Ini lebih dari sekadar emosi sementara; melainkan perasaan umum tentang hidup yang baik, bermakna, dan seimbang.
Berikut beberapa pandangan filsuf tentang apa itu kebahagiaan
1. Aristoteles (Eudaimonia)
Aristoteles dalam Nicomachean Ethics menjelaskan bahwa kebahagiaan (eudaimonia) adalah tujuan tertinggi dalam kehidupan manusia. Menurutnya, kebahagiaan tidak hanya sekedar emosi senang, melainkan kondisi keberhasilan dalam menjalani kehidupan yang bermakna dan penuh kebajikan. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bersifat sementara, melainkan hasil dari aktivitas rasional yang konsisten dengan kebajikan (virtue).
Aristoteles menggarisbawahi bahwa kebahagiaan adalah hasil dari keseimbangan dalam bertindak, di mana seseorang menjalankan sifat-sifat moral seperti keadilan, keberanian, dan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pendidikan dan pengembangan karakter untuk mencapai kebahagiaan sejati, bukan sekadar menikmati kesenangan fisik.
2. Epicurus (Hedonisme Moderat)
Epicurus dikenal dengan pandangan hedonisme, tetapi ia menekankan versi yang moderat. Kebahagiaan, menurut Epicurus, adalah hidup tanpa rasa sakit (aponia) dan damai dalam jiwa (ataraxia). Kebahagiaan dapat dicapai dengan mengejar kesenangan sederhana, seperti pertemanan, pengetahuan, dan hidup yang teratur, bukan kesenangan berlebihan yang malah menimbulkan penderitaan. Epicurus berpendapat bahwa banyak rasa sakit dalam hidup berasal dari ketakutan yang tidak rasional, misalnya ketakutan akan kematian atau dewa-dewa. Dia menasihati untuk mengatasi ketakutan ini melalui filsafat dan pemahaman rasional sehingga seseorang bisa hidup tenang dan puas dengan hal-hal yang sederhana.
3. Stoikisme (Zeno, Seneca, Epictetus)
Para filsuf Stoik seperti Zeno, Seneca, dan Epictetus memiliki pandangan bahwa kebahagiaan terletak pada mencapai apatheia keadaan bebas dari emosi negatif yang mengganggu. Mereka mengajarkan bahwa kehidupan yang baik adalah kehidupan yang dijalankan sesuai dengan alam dan akal. Kebahagiaan tidak tergantung pada hal-hal eksternal seperti kekayaan, ketenaran, atau bahkan kesehatan, melainkan pada sikap kita terhadap hal-hal tersebut. Bagi kaum Stoik, kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai dengan menerima kenyataan dan mengendalikan diri melalui kebijaksanaan. Mereka menyarankan untuk fokus pada apa yang berada dalam kendali kita---pikiran, keputusan, dan sikap---dan melepaskan hal-hal yang berada di luar kendali kita.