Lihat ke Halaman Asli

Rudi Sinaba

Advokat - Jurnalis

Menemukan Mens Rea (Niat Jahat) dalam Tipikor Pemerasan. Oleh : Rudi Sinaba

Diperbarui: 14 September 2024   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media Indonesia.com

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa yang memberikan dampak signifikan terhadap tatanan sosial, politik, dan ekonomi suatu negara. Salah satu bentuk korupsi yang sering terjadi adalah pemerasan. Pemerasan dalam konteks korupsi melibatkan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara mengancam atau memaksa pihak lain. 

Dalam konteks hukum pidana, penting untuk menemukan unsur mens rea atau niat jahat (guilty mind) dalam kasus tindak pidana korupsi pemerasan, karena ini menjadi elemen kunci dalam menentukan kesalahan dan tanggung jawab pidana pelaku. Artikel ini akan mengkaji bagaimana mens rea ditemukan dalam tindak pidana korupsi pemerasan dengan mengacu pada berbagai pendapat ahli dan studi kasus.1. Pemahaman Tentang Mens Rea dan Tindak Pidana Pemerasan dalam Korupsi

Dalam hukum pidana, mens rea merujuk pada keadaan mental atau niat jahat pelaku saat melakukan tindak pidana. Unsur ini penting untuk membedakan antara perbuatan yang dilakukan secara sengaja atau lalai. Dalam kasus tindak pidana korupsi, khususnya pemerasan, unsur mens rea melibatkan niat untuk menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki guna memperoleh keuntungan yang tidak sah.

Pemerasan dalam konteks tindak pidana korupsi, sesuai dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, didefinisikan sebagai perbuatan pejabat publik yang memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan cara kekerasan atau ancaman. Berdasarkan ketentuan ini, pemerasan mengandung unsur tindakan dengan cara yang tidak sah, baik secara fisik maupun psikologis.

Menurut R.S. Badan (2018), dalam konteks korupsi pemerasan, mens rea terbagi menjadi dua bentuk utama: dolus directus (niat langsung untuk melakukan tindakan pemerasan) dan dolus eventualis (kesadaran bahwa tindakan tersebut dapat menyebabkan akibat pidana, tetapi tetap dilakukan). Kedua bentuk mens rea ini menekankan pentingnya adanya niat jahat yang dapat dibuktikan melalui perilaku atau tindakan nyata pelaku.

2. Menemukan Mens Rea dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemerasan

Untuk menemukan mens rea dalam tindak pidana korupsi pemerasan, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, antara lain:

Pendekatan Subyektif: 

Pendekatan ini melihat keadaan pikiran atau niat pelaku pada saat melakukan perbuatan. Misalnya, dalam kasus seorang pejabat publik yang memaksa perusahaan tertentu untuk memberikan suap dengan mengancam tidak akan meloloskan izin usaha mereka, harus ada bukti bahwa pejabat tersebut memiliki niat untuk memperoleh keuntungan pribadi atau keuntungan bagi pihak lain secara tidak sah.

Pendekatan Obyektif: 

Pendekatan ini lebih fokus pada tindakan yang dilakukan dan bagaimana tindakan tersebut dapat mengindikasikan adanya mens rea. Misalnya, jika seorang pejabat secara sistematis mengatur pertemuan tertutup dengan pelaku usaha untuk meminta imbalan, hal ini bisa menjadi bukti adanya niat jahat (premeditasi) di balik tindakannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline