Lihat ke Halaman Asli

Rudi Sinaba

Advokat - Jurnalis

Keselarasan Antara Perbuatan, Motif, Kesalahan dan Akibat yang Dilarang dalam Tindak Pidana Korupsi Merugikan Keuangan Negara. Oleh : Rudi Sinaba

Diperbarui: 14 September 2024   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : HukumOnline.com

Apakah tanpa kesengajaan dan motif seseorang dapat dipidana "melakukan Tindak Pidana Korupsi mengakibatkan kerugian keuangan negara"?

DOKTRIN SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM HUKUM PIDANA.

Perbuatan melawan hukum dalam praktek dan doktrin hukum dibagi menjadi 2 (dua) sifat, yaitu bersifat Formil dan Materi. Perbuatan melawan hukum yang bersifat formil diartikan sebagai perbuatan yang melanggar aturan hukum tertulis seperti undang-undang dan peratuan tertulis lainnya. Sedang perbuatan melawan hukum yang bersifat materil diartikan sebagai perbuatan yang meskipun tidak diatur dalam hukum tertulis tapi bertentangan dengan rasa keadilan, moral dan kepatutan yang ada atau hidup dalam masyarakat.

Selanjutnya praktek dan teori hukum pidana membedakan perbuatan melawan hukum yang bersifat materil dalam fungsinya secara positif dan secara negatif. Perbuatan melawan hukum bersifat materil dalam fungsi positif dimaksudkan sebagai perbuatan yang meskipun tidak diatur dalam hukum tertulis namun dapat dihukum jika dirasa bertentangan dengan rasa keadilan, moral dan kepatutan dalam masyarakat. Sementara itu perbuatan melawan hukum materil dalam fungsinya negatif dimaksudkan sebagai suatu perbuatan yang walaupun melanggar aturan tertulis namun jika perbuatan tersebut dirasa tidak melanggar rasa keadilan, moral dan kepatutan dalam masyarakat maka perbuatan tersebut tidak dapat dihukum.

Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU Tipikor) adalah Tindak Pidana yang dirumuskan dengan sifat melawan hukum formil dan materil. Perumusan secara materil tersebut penting karena tidak mungkin untuk mengatur secara tertulis semua perbuatan yang dapat dilakukan untuk maksud merugikan keuangan negara mengingat begitu banyak dan kompleksnya modus yang dapat dilakukan seiring perkembangan teknologi.

DOKTRIN KESALAHAN DALAM HUKUM PIDANA.

Doktrin Kesalahan (Mens-Rea) telah menjadi kajian yang menarik para ahli hukum pidana selama ratusan tahun dan nampaknya tidak akan pernah berakhir seiring berkembangnya ilmu hukum pidana dan semakin kompleksnya kehidupan masyarakat.

Dalam ilmu hukum pidana Kesalahan (Mens-Rea) merupakan unsur yang berhubungan dengan pertanggungjawaban dari seseorang atas perbuatan pidana yang dilakukannya. Seseorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana hanya dapat dipidana jika terbukti ada unsur kesalahan pada dirinya, hal ini dikenal dengan asas "tiada pidana tanpa kesalahan". Sebaliknya jika tidak terbukti ada kesalahan pada dirinya maka si pelaku tidak dapat dijatuhi pidana hal mana terjadi karena terdapat alasan penghapus pidana pada diri si pelaku. Namun tidak semua pertanggungjawaban pidana mensyaratkan adanya kesalahan pada diri terdakwa, untuk beberapa tindak pidana tertentu dikenal berlakunya asas strict liability dan asas vicarious liability atau pertanggungjawaban tanpa kesalahan dari terdakwa seperti tindak pidana korporasi dan lingkungan hidup.

Dalam sistem hukum pidana Indonesia terdapat beberapa alasan penghapus pidana dimana seorang pelaku tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak dapat dihukum atas perbuatan pidana yang terbukti telah dilakukannya. Alasan-alasan tersebut yaitu :

  • Alasan pembenar sebagaimana yang diatur dalam Pasal 48 daya paksa absolut, 49 ayat (1), 50 dan 51 KUHP.
  • Alasan pemaaf sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44, 48 daya paksa elatif, 49 ayat (2) , pasal 51 ayat (2) KUHP.
  • Selain kedua alasan yang diatur dalam KUHP di atas, dalam praktek dan doktrin hukum pidana dikenal beberapa alasan penghapus pidana yang berada di luar KUHP antara lain : asas tidak ada kesalahan sama sekali, melaksanakan profesi yang sah misalnya seorang dokter bedah melakukan pembedahan, melaksanakan hak asuh misalnya orang tua menghukum anak dan guru menghukum murid dalam batas-batas kewajaran, melakukan tindakan yang menyakiti seseorang atas kehendak orang itu sendiri misalnya dalam acara ritual dan budaya adat.

Teori dan praktek hukum pidana memisahkan PERBUATAN (actus-reus / quilty act) yaitu tindakan phisik sebagai unsur eksternal atau unsur objektif dari tindak-pidana dengan KESALAHAN (mens-rea /quilty mind) yaitu niat-jahat sebagai unsur internal atau subjektif dari tindak-pidana. Kedua unsur di atas harus terbukti barulah si pelaku dapat dijatuhi pidana. Dalam putusan pidana kedua unsur ini nampak dalam amar putusan dengan bunyi: " Menyatakan Terdakwa Alibaba Bin Aladin terbukti secara sah dan meyakinkan BERSALAH MELAKUKAN tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan .......". Kata "bersalah" merupakan wujud dari unsur kesalahan (mens rea) dari si pelaku sedang kata "melakukan" merupakan wujud dari unsur actus-reus (Perbuatan) dari si pelaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline