Lihat ke Halaman Asli

Rudi Ahmad Suryadi

Pembelajar Keislaman

Salat Id Sendirian, Pandangan Ulama

Diperbarui: 20 Mei 2020   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kanal aceh.com

Ramadan akan segera berakhir. Idul Fitri akan segera tiba. Umat Islam dengan penuh sukacita di hari kemenangan melaksanakan salat idul fitri. Mereka berkumpul di lapangan atau di masjid, seraya membesarkan nama Allah Swt.  

Satu tahun ke belakang, suasana salat idul fitri nampak penuh dan sesak. Jamaah tak tertampung di masjid, bahkan ia meluber ke jalanan. Salat penuh dengan lautan manusia, semoga menjadi pertanda syukur pada-Nya, karena kesempatan dapat melalui Ramadan.

Pada Syawwal 1441 H atau 2020 M ini, situasi mungkin agak berbeda. Dunia masih dilanda musibah Covid-19. Pemutusan untuk penyebaran virus ini terus diupayakan. Pembatasan sosial dan fisik tak terkecuali masuk pada wilayah praktik ibadah, termasuk salat sunah idul fitri. Dalam hal ini, kebiasaan salat idul fitri di masjid atau di lapangan, dapat berubah menjadi teknis lain.

Persepsi terhadap ini muncul beragam di masyarakat.  Tanggapan setuju atau tidaknya muncul ke permukaan, bila dihubungkan dengan teknis tempat, salat di rumah, atau salat di tempat berbeda untuk menghindari banyak kerumunan walaupun di masjid utama dilaksanakan. Ragam tanggapan menjadi wajar dan lumrah terjadi pada masyarakat yang heteregon.  

Padahal, para ulama telah memberikan keterangan tentang pelaksanaan salat idul fitri, terutama pada situasi pandemi.  Tanggapan bisa menjadi persepsi sosial, sementara pendapat ulama menjadi rujukan dalam penyelesaian masalah ibadah.

Keterangan ulama mengenai salat idul fitri pada situasi normal, sudah menjadi keumuman. Namun, bagaimana dengan salat idul fitri dalam keadaan pandemik seperti ini?

Salat idul fitri disunnahkan untuk dilaksanakan secara berjamaah di tanah lapang, mesjid, musala dan tempat lainnya.  Ia pun dapat dilaksanakan di rumah masing-masing atau berjamaah di rumah. Hal ini dilakukan pada situasi pandemi untk menghindari penyebaran penyakit.

Dalam kitab al-Iqna fi al-Fiqh al-Syafi'i karya Abu Hasan Ali al-Baghdadi disebutkan bahwa "hendaklah melaksanakan salat dua hari raya dalam keadaan hadir atau bepergian, baik berjamaah atau sendiri-sendiri

 ( ).  

Pandangan Mazhab Syafi'i dan yang dinashkan dalam kitab-kitab qaul jadid-nya bahwa salat id disyariatkan bagi munfarid (tidak berjamaah) di rumahnya atau tempat lain, juga bagi musafir, hamba sahaya dan perempuan.  Apabila pendapat mazhab ini diambil, salat idulfitri dilaksanakan oleh munfarid (sendiri) dan tanpa khutbah (menurut riwayat yang sahih). Apabila ia melaksanakan salat id di perjalanan, khutbah dilakukan oleh imam.  Pernyataan ditulis oleh Imam al-Nawawi Raudlah  al-Thalibin (2/70)

Salat hari raya hukumya sunnah muakkad baik bagi laki-laki maupun perempuan. Pelaksanaannya dilakukan dengan berjamaah atau tidak berjamaah. Yang paling utama dilaksanakan berjamaah. Bagi orang yang tidak bisa melaksanakan berjamaah, baginya salat di rumah. Imam al-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj (2/286), menegaskan yang dimaksud dengan dianjurkan berjamaah bermakna tidak wajib menurut kesepakatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline