Lihat ke Halaman Asli

Rudi Ahmad Suryadi

Pembelajar Keislaman

Bahasa Arab: Tetap Penting untuk Dikaji

Diperbarui: 2 Mei 2020   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Kitab Jami' al-Durus al-'Arabiyah | dokpri

Bahasa, apapun sebutannya, menunjukkan pada sesuatu yang dipahami setiap suku, bangsa, atau daerah tentang makna yang dikandungnya. Bahasa di dunia sangat banyak dari aspek kata, mungkin ratusan ribu bahasa, baik nasional maupun suku atau daerah masing-masing. Teks dan pelafalan sangat bervariatif, namun sama dalam makna. Makna yang sama ini yang menyatukan pemahaman pada satu diksi teks yang disebut. Setiap bangsa memahami sesuatu dengan diksi teks yang berbeda dengan yang lain.

Bahasa Arab merupakan susunan teks yang dipahami maknanya oleh orang Arab, juga dapat dimaknai oleh non Arab. Kita menerima bahasa dengan jalur transmisi sosial. Bahasa Arab dipelihara oleh al-Quran dan hadis, juga ditransmisikan melalui nazham yang mengitari kehidupan bangsa Arab.

Dalam penyebarannya, bahasa Arab dapat dimaknai menjadi ilmu. Ia tersusun dari konsep, teori, tema, unit analisis, dan hubungan satu item bahasa dengan yang lainnya. Agar bahasa satu tidak hilang tergerus oleh bahasa lain, seperti halnya bahasa Arab yang khawatir berubah kosakatanya dengan bahasa lain, para ulama pada awalnya menyusun kamus atau mu'jam. Kamus disusun berdasarkan bentukan bahasa aslinya sehingga terhindar dari kesalahan.

Langkah lainnya adalah memetakan dan mengkodifikasikan beberapa disiplin ilmu bahasa.

Dalam kaitan ini, Syaikh Musthafa al-Ghalayini (l. 1886 dan w. 1944 M/ l. 1303-1364 H), menyebutnya dengan ilmu bahasa Arab. Ilmu ini yang akan menjaga lisan dan tulisan dari kesalahan. Al-Ghalayini menyebutkan beberapa cabang ilmu dalam bahasa Arab, yaitu ilmu nahwu, sharaf, Rasm (cara penulisan teks), ma'ani, bayan, badi', 'arudh, qawafi, syi'ir, insya', khitabah, sejarah bahasa, dan kosakata.

Cabang ilmu ini akan membantu seseorang dalam memahami teks Arab, terlebih pada literatur keislaman, baik tafsir, hadis, Ushul fikih, fikih, dan yang lainnya. Sehingga dapat dikatakan, tak mungkin seseorang dapat memahami tafsir, apabila tidak memahami secara mendalam tentang bahasa yang disajikan. Dalam memahami teks Arab tersebut, al-Ghalayini memandang ilmu nahwu dan sharaf menjadi ilmu yang harus dikuasai lebih awal. Pandangannya melahirkan sebuah buku populer yang disusunnya yang dijadikan rujukan perguruan tinggi keislaman, yaitu Jami' al-Durus al-'Arabiyah (Kumpulan Materi Bahasa Arab). Pendahulunya, Syaikh Syaikh Syaraf al-Imrithi, pernah menguatkan pentingnya posisi ilmu nahwu dalam memahami sumber rujukan keislaman.

Beliau menyatakan:

"Ilmu nahwu penting untuk diajarkan pertama kali, Sebab pernyataan (bahasa Arab) tidak dapat dipahami tanpanya".

Dua pendapat ulama ini, menjadi penguat pernyataan bahwa dalam kajian keislaman, ilmu bahasa Arab menjadi instrumen yang sangat penting. Para pengkaji keislaman tidak dapat berpaling pada ilmu ini, alih-alih meninggalkannya.

*) Rudi Ahmad S, Pembelajar Keislaman




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline