"Yah, ini ada materi lagi dari guru", celoteh sang anak. " Oh, ya Nak, coba mari lihat. Hari ini kita belajar apa ya", jawab ayahnya di sela-sela kerja di rumah. "Baca dulu ya Nak, kira-kira apa materi yang disajikannya", lanjut ayah. "Atau ada penugasannya, tidak?", ayahnya melanjutkan pembicaraan sambil melihat lagi pekerjaannya. Anaknya terus membaca dan menelaah materi. "Mari ayah bimbing, bagaimana memahami materi ini." Percakapan seperti ini tentu muncul pada sebagian orang tua yang anaknya sedang belajar di rumah.
Pembelajaran pada situasi darurat Covid-19 ini mengubah mekanisme pembelajaran. Tatap muka yang menjadi mainstream proses pembelajaran, sekarang diubah menjadi non tatap muka. Sekolah dan guru dituntut untuk dapat mengembangkan ragam pembelajaran daring bagi siswa.
Pembelajaran dilakukan di rumah. Siswa menjalani kehidupan belajar dalam lingkup rumah dengan menyesuaikan pada konten pelajaran yang disepakati oleh sekolah. Pembelajaran yang disajikan pada situasi rumah menuntut peran aktif kembali orang tua dalam membimbing belajar. Sebelum situasi ini berkembang, orang tua hampir tidak semuanya dapat fokus membimbing anak. Hari ini, situasi menjadi berubah, orang tua memposisikan kembali sebagai guru pertama bagi anak-anak. Ya, tentunya yang berhubungan dengan pembelajaran sesuai dengan konten yang dikembangkan.
Situasi yang didesain melalui pembelajaran daring, orang tua sebaiknya paham apa yang harus dilakukan oleh anaknya melalui tersebut. Tak mudah, karena tidak setiap orang tua, paham pada pembelajaran daring ini. Setidaknya, kalaupun ia tidak paham, bimbingan dan asuhan belajar menjadi bantuan penting dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Kedekatan dan keakraban kembali dapat membangun semangat belajar anak. Komunikasi yang asalnya dibangun oleh tatap muka di sekolah, harus berubah pada situasi seperti ini. Sehingga, bisa muncul penugasan atau konten yang tidak dimengerti oleh anak. Orang tua berperan penting dalam menjembatani situasi untuk menyambungkan kembali pesan pembelajaran yang dirancang oleh sekolah. Bagi orang tua yang terbiasa dengan pemahaman materi, mungkin hal ini tidak terlalu sulit. Namun, bagi orang tua yang belum terbiasa, ia harus mengkomunikasikan ulang pada guru atau orang lain. Harapannya, ketersambungan materi akan sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
Di luar situasi orang tua yang paham terhadap gaya belajar kekinian atau kurang paham, dapat ditegaskan bahwa bimbingan orang tua dipandang urgen untuk menciptakan situasi pembelajaran yang nyaman. Anak, yang awalnya mudah dalam memahami intruksional guru, ketika di rumah ia merasakan situasi baru. Terkadang situasi ini, menyulitkan sebagian anak dalam memahami instruksional guru. Orang tua memainkan peranannya yang utama dalam membantu anak memahami ini.
Peran seperti apa yang dapat dilakukan oleh orang tua ketika anaknya belajar di rumah? Kartini Kartono , pakar psikologi, memberikan penjelasan bahwa peran yang dapat dimainkan oleh orang tua, salah satunya adalah mengatur jadwal belajar anak. Pengaturan waktu difokuskan pada bagian waktu untuk kepentingan belajar, refreshing, juga pengerjaan tugas keluarga lainnya. Belajar anak memerlukan waktu yang tepat untuk mendukung konsentrasi mereka.
Anak yang malas dalam belajar dapat disebabkan oleh orang tua yang kurang memperhatikan kebutuhan anak untuk belajar. Waktu yang tidak teratur dengan baik, tidak mau tahu kesulitan belajar anak, bahkan sama sekali tidak mau memperhatikan belajar, akan menyebabkan anak tidak mau belajar. Ini kondisi yang tidak diharapkan.
Anak akan menjadi bosan belajar apabila dipaksa mengerjakan tugas yang menumpuk dalam satu kesempatan. Alih-alih menyelesaikannya, melihat segudang tugas pun, mereka enggan.
Dalam hal ini, orang tua dapat memberikan dorongan pada anak untuk mengerjakan tugas tahap demi tahap. Numpuknya tugas belajar, tidak baik dalam siklus pembelajaran anak. Untuk mendukung hal ini, guru tidak hanya memberikan tugas yang menjadi beban anak. Ia harus pula menyesuaikan dan mendorong anak supaya motivasi belajarnya tetap terjaga dengan baik.
Bimbingan terhadap anak menurut para ahli dapat mendorong anak lebih giat belajar. Anak yang tidak mendapatkan bimbingan, akan timbul kekecewaan pada dirinya. Mereka merasa tidak diperhatikan. Perasaan ini akan menimbulkan anak tidak mau belajar dengan baik.