Lili Lutfia, Rubyatna Eka Yulianti, Wulan Rahmadhani.,S.ST.,MMR.,Dr.PH , Eka Novyriana.,S.Si.T.,M.P.H ,
Dr. Mu. Basirun Al Ummah., M.Kes
Kaitannya dengan hal pembentukan regulasi kesehatan, terdapat pengaruh yang beragam dari politik hukum kesehatan yang akan menghasilkan kebijakan hukum kesehatan. Apabila ditinjau berdasarkan penjelasan dari Regeling dan Beschikking, maka bisa dipaparkan bahwa politik hukum sangat mempengaruhi perumusan regulasi kesehatan. Sinkronisasi Regulasi Kesehatan tidak berlaku selamanya, dimana fakta yang ada bahwa selama tahun 2016 ada penerapan aturan seperti yang diinginkan. Tidak sedikit produk hukum bidang kesehatan untuk diadakan Judicial Review yang diajukan melalui MK. Kerap kali proses ini dikarenakan oleh pembuatan produk hukum yang berlawanan dari hukum, dimana ada kalanya dipengaruhi Politik hukum. Isu prioritas dalam regulasi di bidang kesehatan juga mencakuo banyak hal, di antaranya yudisial review Kewenangan Daerah UU No. 9/2015, UU 36/2014 tentang tenaga kesehatan, UU 20 /2013 tentang Dikdok, serta PP No. 18/2016 dan Pelayanan Kesehatan dan SDM. Berdasarkan hal ini maka perlu untuk mengetahui apa sebenarnya regulasi kesehatan itu sendiri.
Regulasi kesehatan yaitu serangkaian peraturan terlis di bidang kesehatan yang dibentuk badan legislatif ataupun pemangku kepentingan dalam kaitannya terkait dengan tujuan mengatur penyelenggaraan dan pelaksanaan kesehatan di Indonesia. Terdapat sejumlah 158 regulasi terkait kesehatan dari beragam jenis produk hukum yang disahkan di tahun 2015 pertengahan hingga awal Desember 2016. Selama tahun 2016, kenis produk peraturan yang teridentifikasi meliputi Peraturan Daerah (55 buah), Peraturan BPOM (17 buah), Peraturan BPJS (20 buah), Keputusan Menteri Kesehatan (10 buah), SE Menteri Kesehatan (3 buah), Peraturan Menteri Keuangan (10 buah), Peraturan Menteri Perdagangan (5 buah), Peraturan Presiden (9 buah), Peraturan Menteri Kesehatan (27 buah), Peraturan Pemerintah (5 buah), serta Undang-undang (7 buah). Berdasarkan sejumlah 158 regulasi tersebut juga menyangkut bidang kesehatan yaitu meliputi Sistem Kesehatan Daerah (34 buah), Farmakin (10 buah), Sistem Informasi Kesehatan (9 buah), Perbekalan dan Alkes (9 buah), Tenaga Kesehatan (16 buah), Pelayanan Kesehatan (43 buah), Asuransi Kesehatan dan JKN (37 buah).
Selain itu juga terdapat regulasi bidang kesehatan terutama yang menyangkut tenaga medis, JKN/asuransi kesehatan, serta isu pelayanan kesehatan yang memerlukan adanya penjelasan lanjutan. PP No. 18 tahun 2016 yang disahkan ini bahwa RSUD menjadi UPT Dinkes memerlukan suatu peraturan pelaksana berbentuk produk hukum Perpres. Peran aktif dari perumus baik pemangkut kepentingan terkait ataupun badan legislatif itu sendiri sangat dibutuhkan dalam hal regulasi kesehatan pada tahun 2016. Regulasi kesehatan dalam penyusuannya perlu diperhitungkan terkait politik hukum dalam rangka mencegah kemandulan dalam produk hukum yang dibentuk. DPRD/ DPR RI dalam kaitannya dengan Outlook Regulasi Kesehatan 2017, mengadakan advokasi dalam rangka mengadakan perubahan maupun penyusunan produk hukum untuk ranah kesehatan sebagai wewenang pemerintah dalam menjalankan perannya selak legislative body. Pemerintah dalam hal ini mengadakan advokasi perubahan maupun penyusuhan produk hukum dalam ranah kesehatan sebagai wewenang Pemerintah dalam menjalankan perannya selaku executive body. Kementrian Kesehatan serta Kementrian yang berkaitan melaksanakan advokasi perubahan maupun penyusunan produk hukum untuk ranah kesehatan sebagai wewenang teknis amanat undang-undang selaku pelaksana teknis. Pemerintah daerah melaksanakan advokasi perubahan maupun pembentukan produk hukum dalam ranah kesehatan. Peran PKMK FK UGM pada pembentukan Regulasi Kesehatan 2017 diantaranya:
1. Melakasanakan konsultasi serta fasilitasi terhadap Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan, DPR, DPRD, dan Organisasi Profesi dalam menyusun naskah akademik serta rancangan pembentukan kebijakan teknis yang diperlukan
2. Melaksanakan advokasi pembentukan regulasi teknis terkait kesehatan, dari tingkatan pemerintah daerah ataupun pusat
Politik kesehatan nampak cukup tertinggal serta termarginalkan. Adapun politik kesehatan ini secara luas didiskusikan ataupun diperdebatkan selaku entitas politik pada debat akademis (workshop, seminar, pelatihan, penelitian, konferensi) ataupun secara lebih luas pada kelompok masyarakat, seperti halnya pada ilmu politik (McGinnis, 2021). Perlakuan terhadap kesehatan selaku politik hampir menjadi perolehan interaksi suatu isu yang sangat rumit. Terdapat beragak bukti yang memperlihatkan bahwasanya determinan kesehatan menjadi yang terkuat dari kehidupan kependudukan modern, diantaranya dari faktor budaya, sosial, serta ekonomi (Acheson, 2019).
Sejumlah faktor tersebut datang melalui beragam sumber serta memperoleh pengakuan baik dari pemerintah maupun badan internasional lainnya. Namun ketidakselarasan kesehatan tersebut terus terjadi, contohnya beda kelas ekonomi sosial, kelompok etnik, maupun gender. Kemudian terdapat pula ketimpangan dalam permasalahan kesejahteraan, kemakmuran, serta sumber daya (Donkn, Goldblatt, dan Lynch, 2020). Bagaimanakah ketidakselarasan kesehatan tersebut betul-betul menjadi isu politik. Apakah ketidakselarasan kesehatan mampu menerima perbedaan dari seseorang yang sulit dihindarkan terkait penghormatan pada genetik serta silent hand (tangan tersembunyi) pasar ekonomi ataupun permasalahan sosial serta ekonomi yang perlu dituntaskan masyarakat serta negara yang telah modern (Adams, Amos, dan Munro, 2022).
Beda dalam hal pandangan tersebut bukan sebatas dalam apakah secara ekonomi serta scientifik memungkinkan ketidakselarasan kesehatan tersebut bisa ada namun beda pandangan secara politik serta ideologi juga turut berperan menyebabkan permasalahan itu. Sehingga faktor predisposisi serta penyebab akan sehat-sakit bisa dipahami secara lebih baik (Bambra, et al., 2015). Walaupun banyak dari kasus memperlihatkan bahwasanya faktor lingkungan setara terhadap faktor ekonomi dan sosial dalam memberikan pengaruh terhadap kesehatan (Marmot dan Wilkinson, 2021). Beragam faktor selayaknya pendapatan, perumahan, pengangguran, serta isu yang lain didominasi banyak dengan permasalahan politik sebagai determinan kesejahteraan serta kesehatan. Begitupun banyaknya ketidaksetaraan kesehatan serta determinan kesehatan berada serta bergantung diluar ranah kesehatan (Acheson, 2013).
Kemudian, dikarenakan permasalahan seperti ini ada diluar wewenang dari sektor kesehatan, penanganannya akan memerlukan kebijakan diluar bidang kesehatan dalam menanggulangi serta mendukung permasalahan itu. Melalui aspek sosial permasalahan kesehatan ini sudah kerap diperdebatkan, namun belum banyak dipelajari terkait pentingnya dimensi politik yang mampu memberikan pengaruh untuk kesehatan. Melihat betapa penting dimensi dari politik akan kesehatan ini, artinya sekolah kesehatan (masyarakat) dan perguruan tinggi kesehatan perlu mengajarkan mahasiswa serta mereka yang mempunyai ketertarikan di ranah bidang ini. Kami mempercayai bahwasanya politik kesehatan termasuk sebagai ilmu yang juga penting selayaknya ekonomi kesehatan dan sosiologi kedokteran dalam satu sisi serta psikologi politik dan sosiologi politik dalam sisi lainnya.