Akhirnya, kita bertemu. Aku selalu memimpikan saat itu. Sejak tahun lalu, aku hanya ingin bertemu denganmu.
Aku hanya ingin tahu. Apakah kamu seperti yang kamu ceritakan selama ini? Aku tahu wajah dan namamu. Aku hapal suara lembutmu yang agak tinggi, terutama saat bernyanyi.
Aku berada di tengah teman-temanku, di sebuah kafe. Kamu sudah tahu komunitas puisi yang biasa kudatangi. Aku pernah mengundangmu sekali. Janjimu, kamu akan langsung mengabari. Kamu juga akan membawa puisi karyamu sendiri.
"I can't wait to be with you," dulu kamu sering berkata begitu, berkali-kali. Di voice chat, video call, hingga chatroom. "Soon, Gorgeous Girl. You and me both."
Apa yang kau pikirkan saat kita akhirnya berhadapan seperti ini? Kau bilang kau akan langsung memelukku dan memutar-mutar tubuhku di udara, meskipun jelas-jelas aku 20 kilo lebih berat darimu. Hah, dasar gombal dan picisan!
Kita pun bertukar senyum. Kau menyapa: "Hey, sweetheart."
Kau kira aku akan langsung berlari ke pelukanmu. Sebenarnya hampir saja, terutama dengan pena di tanganku waktu itu.
Sayang, aku keduluan.
"You cheating bastard!" jerit seorang gadis tinggi dan pirang, yang langsung menamparmu. Mata hazelmu terbelalak. Namun, belum sempat kamu bereaksi, seorang gadis lain -- kali ini gemuk dan berambut merah -- menikam lehermu dengan pisau dari samping.
Anehnya, aku merasa tenang. Senyumku malah terkembang. Gadis pirang itu sudah ditarik mundur oleh perempuan lain yang berkulit gelap dan bermata zaitun. Gadis pirang itu terisak.
"Ally, it's okay," bujuk si mata zaitun. Kulihat si rambut merah sudah diringkus oleh beberapa lelaki sekaligus. Dia melolong pilu.