Lihat ke Halaman Asli

Ruby Astari

Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"Cuma Bercanda!"(Beda Tipis Jahil Sama Jahat)

Diperbarui: 3 April 2016   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Gue 'kan cuma bercanda. Masa baru segitu aja lo udah marah, sih?"

"Elo orangnya serius banget, ya? Gak bisa diajak bercanda sedikit aja."

"Wah, nggak asyik banget elo orangnya. Sensian!"

Sering dengar komentar-komentar di atas? Jangan-jangan ucapan semacam itu juga sering keluar dari mulut Anda.

Ada yang bilang, jahil itu biasa. Meski mungkin ada yang jarang, minimal semua orang sudah pernah melakukannya, entah waktu kecil atau masih juga sampai sekarang. Mulai dari sekedar di mulut (menggoda, mencela, hingga mengerjai korban dengan cerita bohong dengan tujuan agar korban tertawa begitu sadar sudah dikerjai, karena seharusnya tidak marah dan sadar bahwa itu adalah bentuk perhatian), hingga tindakan (menyembunyikan barang kesayangan korban agar mereka bingung untuk sementara waktu, mengubah bentuk atau letak susunan barang, hingga kontak fisik seperti mengacak-acak rambut, menggelitiki, dan lain sebagainya).

Sekilas, menjahili orang terkesan 'tidak berakibat fatal'. Ada yang sepakat bahwa jahil itu tanda sayang, terutama bagi dua orang (atau lebih) yang sudah lama saling mengenal dan terbiasa dengan kelakuan 'ajaib' masing-masing. Seru, 'kan? Anggap saja 'bumbu persahabatan' atau 'perekat hubungan'.

Tapi, kapan sih, jahil bisa dianggap sebagai tindakan 'kebablasan'?

Seperti biasa, tergantung manusianya. Tiap orang pasti berbeda. Ada yang 'terlalu humoris' hingga tidak sadar bahwa sebenarnya mereka baru saja menghina/dihina orang lain. Ada yang tidak tahu (atau sialnya mungkin tidak peduli) bedanya bercanda dengan melecehkan. (Ya, termasuk Anda yang hobi kirim-kirim/posting foto-foto anggota tubuh - seringnya organ 'pribadi' perempuan - disertai lelucon vulgar dengan harapan yang melihat akan tertawa. Hingga kini, saya tidak mengerti letak kelucuannya, karena bisa saja itu foto istri/putri/saudari/teman perempuan Anda. Masih juga menganggap itu tidak apa-apa? Sama saja Anda dengan psikopat yang hanya menganggap perempuan sebagai objek atau pemuas nafsu belaka, bukannya manusia. Paling GILA bila Anda sendiri juga sesama perempuan!)

Ada yang punya rasa humor yang masih cukup cerdas dan waras, alias tahu batas dan sebisa mungkin berusaha agar tidak bablas. Mereka termasuk cerdas karena tahu mana guyonan bermutu dan mana SAMPAH yang bakalan bikin orang tidak nyaman, eneg, dan menjadi sumber keributan. Mereka juga tidak asal pilih korban. (Kadang, walaupun sudah kenal lama dengan si calon sasaran, ada kalanya mereka tetap harus berhati-hati sebelum berniat 'melancarkan serangan'. Belajar membaca situasi, begitu.)

Mereka juga biasanya tidak akan mengulang-ulang bercandaan atau kejahilan yang sama hingga lama-lama terasa BASI. Contoh kondisi dan situasi: calon korban kejahilan Anda sedang sedih dan tidak ingin diganggu siapa-siapa. Yakin mau 'CARI MATI'? Ini juga termasuk mereka yang sedang terburu-buru, namun jadi tambah kelimpungan dan ribet gara-gara Anda iseng menyembunyikan barang keperluan mereka sebelum pergi, sehingga mereka berpotensi terlambat ke tempat tujuan dan masalah sejenis lainnya. Jangan marah kalau saya memilih nyengir saat tahu mereka akhirnya mendamprat Anda begitu tahu Anda-lah biang keroknya. Salah sendiri, hihihi...

Ada yang memang tidak suka jahil atau dijahili sama sekali, apa pun itu. Kalau sudah begini, mau bagaimana lagi? Ya, sudahlah. Tidak perlu memaksa mereka untuk mau mengerti selera humor Anda, apalagi sampai mengatai mereka segala. Masa iya, semua harus dipaksa mengikuti maunya Anda? 'Kan egois namanya!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline