Lihat ke Halaman Asli

Ruben Krisnandito

Mahasiswa Bioteknologi

Seberapa Tercemar Sungai Opak Bagian Hilir?

Diperbarui: 13 Juni 2023   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABSTRAK

Perkembangan industri penyamakan kulit di Yogyakarta tentunya berdampak terhadap kualitas lingkungan perairan di sepanjang aliran Sungai Opak. Dikarenakan buangan limbah hasil industri kulit yang mengandung logam krom (Cr) telah memasuki badan air, sedangkan badan air tersebut dimanfaatkan sebagai air irigasi, sehingga kontaminasi logam berat melalui industri menyebabkan terjadinya akumulasi terhadap tanah, tanaman, dan biota. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sumber air yang ada di Kawasan Industri Piyungan, mengetahui pengaruh aktivitas pembuangan limbah cair industri Piyungan terhadap kualitas lingkungan, dan menentukan kualitas air Sungai Opak dengan menggunakan Bioindikator. 

Penelitian ini dilakukan di sepanjang aliran sungai Opak dengan 8 titik pengambilan sampel, yang terdiri atas sampel air, sedimen, tanaman, ikan, dan mollusca. Pengukuran kadar Cr dilakukan menggunakan analisis metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Melalui penelitian ini kemudian di diketahui bahwa akumulasi logam berat di dalam sampel pada titik 2 dan 5 mengalami kenaikan signifikan yang diakibatkan jumlah limbah logam berat yang masuk. sehingga apabila dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan diketahui bahwa kualitas sumber air yang ada di Kawasan Industri Piyungan berada di kelas 3.

 

PENDAHULUAN

Air merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk keberlangsungan hidupnya, dan bagi manusia air digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan seperti pertanian, perikanan, perkebunan, dan pembangkit listrik. Air sungai merupakan tempat strategis bagi makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhannya. Sungai Opak bagian hilir yang berlokasi di Kabupaten Bantul merupakan sungai yang berperan penting dalam aktivitas manusia termasuk mata pencaharian bagi masyarakat setempat. Aktivitas masyarakat yang membuang sampah sembarangan menyebabkan terjadinya pencemaran sungai. 

Di samping itu, keberadaan TPA Piyungan, pembangunan pemukiman, dan industri juga mempengaruhi fungsi sungai dimana limbah cair yang tersisa masuk ke badan air dan secara tidak langsung dapat mencemari sungai sehingga kehidupan perairan ikut terdampak. Oleh karena itu pada artikel kali ini akan dibahas persentase cemaran kromium di Sungai Opak bagian Hilir. Limbah yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit sangatlah berbahaya apabila secara langsung dibuang ke lingkungan atau ke perairan dalam keadaan konsentrasinya diatas baku mutu air limbah industri yang dapat ke lingkungan. 

Dalam limbah penyamakan kulit berupa krom trivalent (Cr3+), namun limbah cairnya akan selalu mengandung krom heksavalen (Cr6+) (Giacinta, 2013). Cr6+ sifatnya lebih toksik dibandingkan dengan Cr3+ karena mudah larut dan memiliki mobilitas yang tinggi. Perairan yang tercemar akan kromium akan menganggu ekosistem. 

Kandungan kromium pada sampel air, sedimen dan biota pada desa Banyakan, Bantul yang merupakan kawasan industri penyamakan kulit yang membuang limbahnya ke saluran irigasi warga dan mengalir sampai ke sungai Opak dengan rata-rata konsentrasi kromium pada air 8,83 mg/L, rata-rata konsentrasi kromium pada sedimen 89.22 mg/kg dan konsentrasi kromium pada keong 8,3mg/kg, rata-rata konsentrasi kromium pada ikan 0,91 mg/kg. Tingginya konsentrasi kromium pada berbagai aspek lingkungan disebabkan oleh kegiatan pembuangan limbah oleh industri penyamakan kulit secara berkelanjutan yang dapat menyebabkan terjadi penumpukan dan akumulasi serta terdistribusi luas ke lingkungan (Aditriawan, 2016). 

Di perairan, logam berat akan mengendap pada dasar dan membentuk sedimentasi bersama lumpur, hal ini menyebabkan organisme yang mencari makanan di dasar perairan akan terpapar logam berat. Polutan logam berat yang berada di perairan menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan dan efeknya akan berimbas kepada kehancuran dari satu kelompok dan akan menyebabkan terputusnya mata rantai kehidupan. Selanjutnya, akan menyebabkan tatanan ekosistem perairan rusak. Pada manusia, akumulasi logam krom dalam tubuh akan menimbulkan penyakit seperti kanker paru-paru, gagal ginjal, anemia, alergi kulit, asma dan kanker perut (Eliopoulus, 2012).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline