Suatu hari saat pulang sekolah saya sempat bertanya pada salah seorang anak SD yang kebetulan sering bermain di sekolah kami “hai nak, adakah yang menyenangkan di sekolahmu hari ini?” anak itu sempat terdiam sejenak seperti mencari-cari, mengingat kembali hal yang menyenangkan di sekolahnya. Kemudian diapun menjawab “tidak ada, pak” “kenapa tidak ada?” Saya bertanya kembali, karena hari ini bu guru hanya menyuruh saya membaca dan menulis. Adakah yang membuatmu senang di sekolah? Ternyata jawabannya tidak ada yang membuatnya senang di sekolah. Hal itupun menjadi bahan koreksi saya pribadi, jangan-jangan para siswa ditempat saya mengajarpun merasakan hal yang sama?.
Untuk itu sayapun mencoba bertanya kepada beberapa siswa, bahkan saya pernah memberikan waktu khusus kepada siswa saya dikelas pada saat jam pelajaran untuk menuliskan perasaan mereka belajar di sekolah ini. Jawabannya beragam ada yang merasa senang, tetapi tidak sedikit pula yang belum bisa merasakan senang berada di sekolah. Beragam alasan yang membuat mereka menganggap sekolah belum menyenangkan. Mulai dari kondisi ruang kelas yang kurang nyaman karena sudah lama warna catnya tidak berubah, atau didalam kelas terlalu berdesak-desakan karena jumlah siswa dalam satu kelas yang terlalu dipaksakan sehingga tidak memenuhi standar pelayanan minimal, ada juga yang merasa fasilitas wc yang kurang nyaman dan jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah siswa sangat jauh dari rasio standar jumlah siswa dengan jumlah wc. Sebagain dari siswa juga ada yang mengeluh terhadap proses KBM yang terkesan monoton, guru lebih banyak ceramah dan menulis di papan tulis hampir tidak ada guru yang melakukan proses pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif, kreatif apalagi menyenangkan.
Namun syukurlah, kondisi itu sekarang secara perlahan sudah berubah. Secara bertahap kepala sekolah sudah menyulap beberapa ruang kelas yang tadinya terkesan kumuh, sekarang sudah dicat layaknya kamar hotel. Pengecatan ini melibatkan alumni dari sekolah kami yang kebetulan terbiasa mengecat di beberapa hotel. Lorong sekolahpun yang tadinya sangat kotor sekarang sudah bisa dijadikan sebagai tempat belajar IPS, karena yang tadinya didinding lorong itu diisi oleh coretan siswa, sudah berubah menjadi gambar peta dunia dan Indonesia, jadi pada saat istirahatpun sambil nongkrong di lorong, siswa bisa sambil melihat peta. Perpustakaan yang tadinya lebih mirip gudang buku sekarang sudah menjadi tempat yang paling nyaman di sekolah ini. ini semua berubah salah satunya karena bantuan berupa pelatihan dan pendampingan yang telah diberikan oleh USAID Prioritas kepada sekolah kami.
Secara perlahan tetapi pasti proses pembelajaranpun mulai berubah, yang tadinya guru hanya ceramah dan menulis di papan tulis, sekarang sebagian besar guru, terutama yang pernah mengikuti pelatihan dan pendampingan ini sudah melaksanakan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Salah satu buktinya kita bisa melihat berbagai produk pembelajaran yang sudah dihasilkan oleh siswa pada saat mengikuti pembelajaran di kelas. Dinding kelas yang tadinya kosong, sekarang sudah terisi penuh oleh produk pembelajaran, sebagian produk pembelajaran yang berbentuk 3 dimensi disimpan di mini galery di kelas, sebagian lagi disimpan di ruang galery khusus untuk menyimpan dan memajangkan produk siswa sebagai bentuk akuntabilitas sekolah terhadap orangtua siswa dalam pembelajaran. Tidak lupa pojok bacapun sudah terlihat dikelas untuk mendekatkan siswa dengan bahan bacaan. Pembelajaran tidak hanya di dalam kelas, sekarang guru-guru sudah mulai melakukan pembelajaran diluar kelas, bahkan ada yang melakukan pembelajaran dengan kegiatan permainan.
Dampak dari perubahan dalam hal pembelajaran yang cukup signifikan di sekolah kami sehingga bisa membawa sekolah kami untuk dikenal di nasional. Salah satunya sekolah kami pernah menjadi perwakilan dari USAID Prioritas untuk bisa menyampaikan perubahan yang terjadi di sekolah kami dihadapan mendikbud Anies Baswedan. Dan yang terakhir pengalaman yang luar biasa juga kami diminta untuk memeparkan perubahan yang terjadi di sekolah kami dihadapan para pejabat Kemenag RI dan pejabat kemenag dari 20 Provinsi. Pada saat itu saya ditugaskan untuk mewakili kepala sekolah untuk presentasi perubahan di sekolah mulai dari pembelajaran, manajemen sekolah, maupun budaya baca. Selain saya melakukan presentasi juga ada tiga siswa kami yang diberi kesempatan untuk presemtasi dan mendemosntrasikan kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah. Pada saat itu, mereka mendemonstrasikan percobaan dalam upaya pencegahan banjir dan erosi melalui media tanaman, serta membuat alat pendeteksi banjir yang diikuti tepuk tangan sebagai ungkapan rasa kagum dari para pejabat kemenag terhadap penampilan siswa kami.
Tidak hanya segi pembelajaran dan penataan ruang kelas, pada manajemenpun ikut berubah. Mulai dari tata kelola keuangan yang sudah lebih transparan serta melibatkan guru dalam pengelolaan anggaran, meskipun belum sepenuhnya kebutuhan guru dalam pembelajaran bisa terakomodir. Sekolah berupaya melakukan kerjasama dengan komite sekolah, instansi pemerintah maupun swasta baik dalam maupun luar negeri dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan di sekolah kami.
Ada satu program sekolah yang paling banyak disukai oleh siswa, yaitu muhadoroh. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap hari sebelum para siswa masuk kelas. Beberapa kegiatan dalam muhadoroh itu diawali dengan membaca shalawat bersama sambil menunggu siswa berkumpul dilapangan, dilanjutkan dengan membaca Al-Qur’an dan surat-surat pendek, pembacaan asmaul husna dan tausiah oleh siswa atau membaca cerpen hasil karya siswa sesekali diganti dengan tausiah dari kepala sekolah.
Perpustakaan yang tadinya lebih mirip gudang juga termasuk menjadi salah satu fokus sekolah untuk diperbaiki dari segi penataan maupun pelayanannya. Perpustakaan dibuat senyaman mungkin untuk ditempati oleh siswa agar mereka betah dan mau membaca. Dari segi layanan, kami menyiapkan dua orang pustakawan, sistem layananpun sudah menggunakan sistem barcode sehingga memudahkan pengunjung saat mengisi daftar kunjung maupun saat meminjam buku tidak perlu menulis lagi, karena dengan sistem barcode ini, siswa cukup menempelkan kartu pada barcode scanner dan semuanya langsung terekam dalam sistem.
Lantas apakah sekolah kami sudah bisa dibilang sekolah yang menyenangkan? Tentu saja belum, tetapi kami sedang menuju ke arah sana sehingga diharapkan kedepannya semua siswa merasa betah berada di sekolah serasa sedang berada dirumah sendiri, karena itu sudah menjadi komitmen kami.
Menjadi sekolah yang menyenangkan bukanlah kewajiban kami, tetapi kewajiban semua sekolah yang ada di negeri ini.
Lantas apa itu sekolah menyenangkan? Dan bagaimana upaya untuk mewujudkannya?