Lihat ke Halaman Asli

Sulistiyo Kadam

Pemerhati ekonomi, interaksi manusia, dan kebijakan publik

Danau Phewa, Sumber Penghidupan Kota Pokhara Nepal

Diperbarui: 12 Juni 2017   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Danau Phewa dan jajaran rooftop hotel yang menyebar di sekitarnya

Bagi para pendaki atau petualang yang akan melakukan hiking atau trekking di barisan pegunungan Annapurna, Pokhara merupakan basecamp utama sebelum atau sesudah melakukan trekking. Daya tarik Annapurna ini menjadikan Pokhara sebagai tempat berkumpulnya para tourist dari berbagai penjuru dunia. Tak heran sebanyak 300an hotel tercatat beroperasi di kota yang dihuni sekitar 400 ribu orang ini. 

Dibandingkan dengan Kathmandu yang berpenduduk sekitar 1 juta orang, Pokhara memang lebih lega, tenang, makmur, dan teratur. Terlihat bahwa kesejahteraan penduduk kota ini lebih baik dibandingkan Kathmandu dan tourisme merupakan salah satu sumber pemasukan utama.

Pokhara yang tenang dan nyaman

Dari Kathmandu, Pokhara berjarak 200 km atau kira-kira sama jauhnya dengan jarak Jakarta - Cirebon. Bedanya kalau Jakarta-Cirebon dapat ditempuh dalam waktu 3-4 jam melalui tol atau dengan kereta api, perjalanan Katmandu - Pokhara dengan bus akan memakan waktu kira-kira 7-8 jam. Hal ini karena kondisi jalan yang banyak rusak serta lokasinya di antara tebing-tebing gunung yang tiada habisnya menghubungkan kedua kota tersebut. Seringkali bebatuan longsor menimbun jalan dan menimbulkan kemacetan di sepanjang jalan, belum lagi banyaknya bangkai mobil yang saya lihat lebih dari 5 sepanjang jalan. Tapi saya rasa kondisi ini juga kita alami di Indonesia seperti di lintas timur Sumatera yang penuh lubang atau kalau dari segi kemacetan tidak terlalu beda dengan jalan tol Jakarta - Bandung yang bulan lalu perlu waktu 6 jam untuk sampai. Jadi belum saatnya saya harus berbangga dengan jalan tol kita yang memang secara fisik lebih bagus tapi akhir-akhir ini serasa lambat seperti jalan Kathmandu - Pokhara.

Kemacetan karena longsor

Bagi yang ingin menghemat waktu, perjalanan dengan pesawat memang lebih tepat dengan waktu tempuh 25 menit saja dengan ongkos USD 125, sementara bus deluxe bertiket USD25 termasuk snack dan makan siang. Risiko dengan pesawat adalah penerbangan yang sangat tergantung cuaca dan awan. Jika kondisi berawan maka sudah biasa bahwa penerbangan akan ditunda dan biasanya beberapa penerbangan terakhir akan dibatalkan. Hal ini mudah dimengerti jika melihat lanskap Kathmandu - Pokhara yang penuh gunung-gunung tinggi. Namun jika beruntung, memasuki Pokhara kita dapat menikmati rangkaian gunung Annapurna yang berselimut salju abadi. Benar-benar menakjubkan hingga seorang turis remaja Amerika yang duduk sebelah saya berkata berulangkali, " So wonderful. I've never seen such a beatiful thing like this before". Berulang-ulang sampai saya berpikir untuk mengambil gambar rangkaian pegunungan ini dari bus.

Barisan Annapurna di latar belakang

Tapi perjalanan selama 7-8 jam dengan bus akan terbayar dengan suasana Pokhara yang turistik tetapi tenang dan tidak terlalu ramai terutama pada musim low-season pada bulan Juni-September. Menurut staf hotel, bulan-bulan high season adalah Oktober sampai dengan April, selebihnya merupakan low season karena datangnya musim hujan. Pada bulan-bulan high season, suhu udara akan berkisar pada 14-22 derajat celcius sehingga nyaman untuk melakukan hikking dan trekking. 

Bagi yang baru datang ke Pokhara, Danau Phewa yang menjadi pusat turisme kota ini merupakan salah satu spot favorit untuk melepas lelah, memandangi sunset yang hilang di balik barisan pegunungan sambil menikmati minuman atau makan malam di sisi danau.

Aktivitas di Danau Phewa

Tepi danau telah ditata dengan apik hingga pengunjung dapat menikmati jalan-jalan di sisi danau atau meyewa kapal menuju kuil di tengah danau atau sekadar menyewa perahu untuk mendayung atau kayaking. Awalnya tidak saya bayangkan bahwa di negara dengan infrastruktur yang masih sangat kurang, penataan danau Phewa sudah cukup memadai. Terus terang saya belum pernah mendatangi danau di Indonesia dengan walking track dan tempat publik senyaman Danau Phewa. Bisa jadi sayanya yang kurang menjelajah danau-danau di Indonesia :). Saya hanya tahu Danau Toba dari Simalem atau Rawa Pening yang masih ala kadarnya atau Danau Batur yang hanya saya lihat dari Kintamani atau Danau Ranau yang juga minim infrastuktur pada tahun 2000an akhir.

Danau Phewa tampak dari sebuah coffee shop

Penataan Danau Phewa yang cukup apik ini telah memberi rasa nyaman bagi pengunjung untuk datang dan bersantai, menghabiskan beberapa dollar yang menjadi penghidupan untuk banyak orang seperti pekerja hotel, bar dan restauran, penyewa perahu, juga para penjaja makanan di pinggir danau. Saya melihat masih ada beberapa penjaja makanan di pinggir danau khas negara berkembang. Tapi kesan saya mereka tidak menimbun sampah atau limbah yang biasa kita temui di Indonesia. 

Saya yakin kita bisa menata objek wisata nasional lebih baik dibanding Nepal. Dan saya menyaksikan penataan wisata yang bersih dan lebih berbudaya akan mendatangkan manfaat besar bagi ekonomi dan seharusnya kita bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline