Ambarawa adalah sebuah kota kecil yang terletak di jalur lintas Semarang - Magelang. Lokasinya yang berada di lereng gunung dengan ketinggian di atas 400 mdpl membuat suhu udara relatif dingin. Konon Belanda menjadikan Ambarawa sebagai salah satu pusat militer karena cuacanya yang cukup bersahabat untuk para bule ini disamping lokasinya yang cukup strategis dan berada di persimpangan beberapa kota besar di Jawa bagian tengah yaitu Semarang, Solo, Magelang, dan Jogja.
Sampai sekarang kita masih dapat menjumpai bangunan-bangunan peninggalan Belanda di sini. Yang paling terkenal adalah Museum Kereta Api Ambarawa yang memiliki koleksi lokomotif uap berjumlah 21 unit berumur sekitar 1 abad. Dua diantara koleksi lokomotif uap tersebut masih berfungsi dan saat ini digunakan sebagai kereta wisata. Museum ini dulunya adalah stasiun kereta api yang mulai dibangun pada tahun 1873 atas perintah Raja Willem I untuk memobilisasi militer Belanda ke kota-kota terdekat. Informasi lebih lengkap silakan cek di sini.
Selain mewariskan museum kereta api, pemerintahan kolonial di bawah Willem I juga meninggalkan jejak berupa barak militer yang dulunya bernama Fort Willem I. Saat ini masyarakat sekitar sering menyebutnya sebagai benteng pendem karena ada beberapa bangunan yang bagian atasnya tertutup tumbuhan. Sebagian besar bangunan tidak terawat, sebagian dimanfaatkan sebagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di bawah Kementrian Hukum dan HAM, sementara sebagian lagi ditempati oleh keluarga militer. Patut disayangkan sebenarnya, aset peninggalan kolonial yang terlihat cantik dan kokoh seperti digambarkan dalam lukisan karya FC Wilsen sekarang terbengkalai. Ulasan cukup lengkap tentang Fort Willem I, cek di sini.
[caption id="attachment_201751" align="aligncenter" width="640" caption="Duplikasi lukisan Fort Willem I karya FC Wilsen, koleksi Tropen Museum "][/caption]
Tapi daya tarik Ambarawa bukan hanya pada bangunan kolonial warisan Willem I. Selain museum dan benteng peninggalan kolonial, Ambarawa dan daerah sekitarnya juga memiliki daya tarik wisata yang tidak kalah menarik. Dengan kontur pegunungan dan hawa sejuk, Ambarawa, Jambu, Bawen, Bandungan, Sumowono, dan Banyubiru yang dulunya merupakan satu wilayah Kawedanan Ambarawa menawarkan wisata alam yang layak untuk dijelajahi. Beberapa diantaranya adalah Rawa Pening dan Kampung Rawanya, Desa Wisata Bandungan, Candi Gedong Songo, dan Kampung Kopi Banaran.
[caption id="attachment_201768" align="aligncenter" width="620" caption="Rawa Pening dengan latar belakang Gunung Telomoyo dan Merbabu"]
[/caption]
Kampung Rawa adalah rumah makan apung yang nyaman disambangi untuk bersantap siang sambil bersantai di tepi Rawa Pening. Angin sepoi-sepoi yang berhembus di sekeliling danau ini pastinya akan membuat betah untuk berlama-lama. Jenis makanan yang ditawarkan sebagian besar makanan khas Jawa dengan sedikit sentuhan oriental.
[caption id="attachment_201778" align="aligncenter" width="548" caption="Patung semar dan wahan sepeda air"]
[/caption]
Meski namanya rumah makan apung, tetapi Kampung Rawa bukan sekadar tempat untuk makan. Selepas makan siang Anda dapat menikmati serunya berkeliling Rawa Pening dengan perahu nelayan. Ongkosnya Rp 70 ribu per perahu dengan kapasitas sekitar 8 orang. Selain berperahu, pengunjung dapat menikmati lembah di tengah-tengah pagar pegunungan ini dengan bermain ATV atau sepeda air. Untuk mencapainya tidaklah sulit karena tempat ini terletak di jalan lingkar Ambarawa di sebelah kiri jalan dari Semarang ke Magelang.
[caption id="attachment_201767" align="aligncenter" width="548" caption="Suasana pondok makan Kampung Rawa"]
[/caption]
Kalau menginginkan udara yang lebih dingin dengan peninggalan Mataram Kuno, silakan datang ke Gedong Songo yang terletak di Kecamatan Sumowono sekitar 7 km dari Ambarawa. Gedong Songo merupakan kompleks 9 candi Hindu peninggalan wangsa Syailendra yang dibangun pada abad ke-7 di atas ketinggian 1.200 mdpl. Yang menarik kesembilan candi tersebut tidak terletak dalam 1 lokasi tetapi tersebar di beberapa tempat di punggung Gunung Ungaran yang berhawa dingin.