Lihat ke Halaman Asli

Mamik Rosita

Dosen, Supervisor, Praktisi Pendidikan

Jangan Remehkan Mereka

Diperbarui: 24 September 2021   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Terkadang kita sering merasa jengkel dengan para pedagang asongan yang berada di setiap lampu merah, pertigaan ataupun perempatan di jalan- jalan raya maupun dalam kota. Termasuk saya gaes..... terkadang saya jengkel dan tidak suka dengan mereka. 

Saya menganggap bahwa cara berjualan mereka mengganggu pengendara yang sedang berkonsentrasi dengan lampu lalu lintas untuk segera melaju ke tempat kerja ataupun pulang ke rumah masing- masing.

Akan tetapi kejengkelan dan ketidaksukaan tersebut akhirnya luluh gaes setelah saya tahu bahwa hanya itulah cara yang bisa dilakukan bisa dilakukan oleh mereka untuk mendapatkan nafkah secara halal dan terhormat.

Hampir setiap hari saya bertemu dengan salah satu pedagang asongan itu setiap berangkat ataupun pulang kerja. Entah di lampu merah arah alon- alon jombang, jomplangan sepur ke arah Plandi maupun arah kebunrojo. 

Dia adalah seorang perempuan tua yang memakai kerudung lusuh dan jalannya terseok- seok. Dagangan yang dia bawakanpun tidak pernah menarik bagi saya. 

Terkadang dia membawa kerupuk- kerupuk yang sudah hampir hancur di tengah siang bolong, terkadang membawa makanan tradisional berbungkus daun pisang yang sudah kelihatan layu dan tidak menarik untuk memakannya. 

Saya tidak pernah tertarik untuk membelinya, disamping karena makanannya, juga karena jengkel sebab dia seringkali memaksa untuk membelinya. Bisa dikatakan hampir tidak pernah saya membelinya meskipun setiap hari bertemu di lampu merah.

Pada suatu hari saat saya mampir di pasar untuk membelikan makanan teman- teman di kantor, secara tidak sengaja mata saya menangkap bayangan wanita tua yang sangat tidak asing di mata saya. Yaaahh..saya ingat teman..dia adalah wanita tua pedagang asongan itu. Saya ikuti dia... dia sedang menuju ke penjual kerupuk. 

Dia memberikan uang- uang receh dan lusuhnya ke penjual, kemudian mengambil dagangan yang sudah disisihkan oleh penjual. Rupanya dia membayar krupuk yang telah dijual sebelumnya, dan membawa lagi krupuk yang baru dengan menghutang. Itupun dengan sikap yang kurang enak darj penjual karena uangnya kurang. 

Lalu dia menuju ke penjual jajanan pasar, memberi uang lusuh dan mengambil lagi jajanan yang tersisa yang sudah lusuh menurut saya karena merupakan sisa dagangan.

Segera saya susul dia, dan dia menoleh ke saya. Ouuww rupanya ibu itu hafal dengan wajah saya. Seketika dia menyapa. Saya tanya tentang aktivitasnya tadi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline