Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Almuklish

komisaris PT Hara Hita Wisesa

Late and Latte8 (Ilalang)

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Haruskah ini diakhiri,sebuah perasaan yang tak meminta untuk dikembalikan,sebuah rasa yang hanya inginku memberinya meskipun hanya segelas air putih di tengah dahaga yang berkepanjangan,aku hanya ingin memberinya sedikit ruang untuk bernafas, ingin ku kabarkan kepadanya bahwa cinta apapun alasanya tidak akan pernah merobek pelipis mata pasanganya.

Terlalu banyak kejadian yang seharusnya mampu membuat dia melangkah pergi dari lelakinya dan membawa anak-anaknya untuk memulai sesuatu yang baru,namun sejengkalpun ia sepertinya enggan untuk beranjak dan bangun,mungkin dia merasa enggan untuk membuka matanya, she’s supposethere,memang seharusnya dia berada disana seperti lokomotif dan gerbongnya.

Aku yang tolol menganggap dia tidak pernah nyaman menghadapi kehidupanya,aku merasa dia sangat paranoid terhadap suaminya,dia selalu gemetar hanya bila mendengar bunyi telepon dari suaminya,mungkin hanya aku yang merasa bahwa lelakinya telah sungguh mengintimidasi setiap inci dari gerak-geriknya,sungguh naïf bilaaku merasa ingin memerdekakanya dari perbudakan abad modern dimana lelaki menjadi seperti Caligula berbuat seenak perutnya sendiri.

Banyak obrolan panjang,diskusi cumbu rayu yang memabukan diantara kita berdua,dia tidak kemana-mana dan memang tidak mau kemana-mana,aku heran dan sangat terheran-heran,di biru lebam mata akibat pukulan suaminya itu ia masih menjaga kehormatan lelakinya itu dengan tidak melaporkanya ke polisi.

Kay sangat mencintai prianya itu yang tersirat,ia ingin mempertahankansebuah keluarga,ia tidak ingin anak-anaknya terpisah dari bapaknya yang telah memiliki istri dua,Kay mengorbankan segalanya untuk mempertahankan semua ini,meskipun harus berdarah-darah.

Aku adalah lelaki yang berada diantara keduanya,aku datang disaat aku merasa dia sangat tidak bahagia,yang ternyata diriku sangat dan masih sangat dangkal dalam mengartikan tentang keluarga,yang kuanggap pondasinya adalah kebahagiaan sehingga mampu untuk menjadi kerelaan untuk memberikan suatau hal yang terbaik untuk rumahtangganya.

Mengapa Kay mau mengorbankan dirinya demi utuhnya sebuah keluarga,ketika suaminya justru abai dan bahkan melakukan kekerasan fisik dan mental terhadap dirinya,aku sangat bingung sebagai lelaki yang belum berkeluarga apakahharus seperti inikah, pengorbanan seorang perempuan yang bernama istri ?.

Hanya tarikan nafas panjang ,yang tersisa dimalam ini,aku,Kay dan kenyataan hidup yangselalu saja tidak pernah aku mengerti,bila pun aku tetap berjalan diantara Kay dan lelakinya,aku akan menjadi detonator untuk menghancurkan sebuah keluarga yang masih dalam tahap mencari kebahagiaan,keluarga yang belum menemukan bahasanya.

Ku coba untuk mengetikan email kepadanya malam ini :

Dear Kay

Kay udara dalamnafas ini harus bermetamorfosa,menguap menjadi awan dan kembali dalam butiran hujan,kita harus saling melepaskan,karena dengan begitu apa yang kauingini akan segera terwujud,terimaksih telah memberiku ruang dalam rongga pernafasanmu beberapa waktu lalu dan yakinlah cinta tidak akan pernah saling membakar.

Klik!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline