Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Almuklish

komisaris PT Hara Hita Wisesa

Late and Latte 7(Ilalang)

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pagi ini ku mencoba menuliskan tentang sesuatu,sesuatu itu adalah sebuah kesempatan,keingintahuan,mimpi indah dan tidur yang nyenyak,entahlah seperti apa,suntuk dan bosan yang sedang kutemui kali ini,bosantanpa kepastian dan suntuk selalu berkencan dengan kegagalan,yang anehnya keinginan itu selalu muncul tanpa pernah bisa dihentikan,keinginan untukmenciptakan sebuah gagasan menjadi kenyataan.

Setiap kali hampir berhasil,selalu dihantam kegagalan,aku ini bingung,bukankah aku ini dilahirkan secara normal dan tanpa sesuatu kekurangan apapun ?,bagaimana bisa seperti ini,entahlah aku tidak tahu tetapi aku harus dipaksa menjadi tahu.

Banyak sudah yang kuhabiskan hanya untuk terpukul mundur dan kalah,tapi kakiku seakan tak ingin menjadi lelah untuk selalu maju dan mencari tahu.

Ahhhh….entahlah harus bagaimana,jalani saja mungkin akan datang pada waktunya,menjadi apa dan menjadi seperti apa diriku nanti.

Semuanya memang tidak ada habisnya bila hanya memikirkan keinginan dan nafsu termasuk merindukan senyum Kay yang sebenarnya sangat terlarang untuku karena Kay adalah milik suaminya tentunya.

Sudah sebulan ini kami mencoba untuk tidak berkomunikasi untuk mencari tahu dimana letak hati ini sesungguhnya,cinta tanpa syarat ataukah cinta yang hanya di penuhi syahwat,apakah perasaan ini bisa menjadikan diriku lebih wise atau malah menjadi wine yang menenggelamkanku dalam cinta yang benar-benar memabukan.

Wajar dalam ketidak normalan hidup adalah sesuatu yang umum,yang selalu kami rasakan,Kay yang selalu dihajar hingga babak belur oleh suaminya setiap hari dan aku yang selalu babak belur berjibaku dengan hidup ini,jatuh,berdiri setiap hari dan kami kadang sendiri.

Mengapa engkau harus mencintai seorang wanita paruh baya dengan empat orang anak dan bersuami,bukankah sebuah ketololan dan kedunguan yang terbuat dari baja empat lapis ?,temanku suatu saat mengoloku.

Aku ini ndak punya apa-apa untuk bisa menolongnya dari siksaan hidup yang Tuhan anugerahkan kepada Kay,pukulan,tendangan dan siksaan mental dan lain sebagainya,diriku hanya bisa menyematkan secuil cinta yang membebaskan,cinta yang ingin kubisikan kepada Kay…..adalah cinta tanpa mengamputasi kedua sayapnya dan aku berharap suaminya bisa cepat menyadari bahwa memotong sayap seorang malaikat untuk mendapatkan cintanya adalah sebuah kesia-sian.

“Wanita yang dipukuli suaminya bukan urusanmu,karena kamu tahu Tuhan pun tidak boleh bertindak bila suami memukuli istrinya,itu hak lelaki untuk menghajar para wanitanya….kamu tahu ?,derajat wanita itu dibawah telapak kaki suaminya dan itu sakral.”

Opini itu terus mengusiku,opini yang digumamkan salah seorang actor disebuah sinetron televisi yang tak sengaja tertonton olehku,peran antagonis yang menurutku masih saja ada di sela-sela gorong-gorong kota ini.

Sayang bukan aku tak mencintaimu,aku pergi meninggalkanmu,karena aku berharap engkau selalu merindukanku sehari ini saja tanpa sebuah memar yang kau ciptakan di dahiku,atau pun ruam biruyang kau sematkan dimataku, sayang,seandainya saja engkau mengerti,betapa ngilu lebam luka dalam ini begitu menggangguku ketika engkau menyetubuhi aku,sayang aku ingin menikmati persetubuhan kita seperti malam pertama dulu,sayang aku menantimu disurga……. .

Dan gadis dalam sinetron itupun mengakhiri hidupnya menggantung dengan sangat bahagia,meninggalkan depsresi yang mendera akibat perlakuan manusia yang dia sebut sebagai suami.

Ahhhhh…….itu hanya sinetron.

Semoga saja.

Gadis dalam sinetron itu mirip sekali dengan Kay,semoga bukan kisah Kay yang ada dalam sinetron itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline