Malam ini aku mendapatkan email dari Kay,dia yang sudah sebulan ini tanpa kabar,aku yang kembali berjibaku dengan duniaku, dan dia dengan dunianya. Hari ini adalah hari ulang tahunku,dan aku kembali sendiri.
Entah seperti apa dan harus bagai mana diriku menyikapi email yang memaksaku kembali untuk diam tak berdaya,kaki ku rasanya lemas dan lunglai menghadapi isi dari surat dari Kay yang masuk dalam inboxku malam ini.
Isi surat Kay :
pertama-tama jangan tersinggung, karena aku tidak bermaksud untuk menyalahkanmu, tapi ingin membuatmu mengerti, tidak tau kenapa aku inginkamu memahami apa yang sudah Kay alami, mungkin karena sudah waktunya apa yang sudah sekian lama Kay kubur dan sembunyikan dari semua oranguntuk diceritakan. paling tidak pada satu orang, dan kenapa orang itu mesti kamu, karena kamu yang sudah membangkitkan kenangan itu.
ketika berusia sekitar 4-5 tahun Kay dan adiknya pernah dibawa kabur oleh ibunya setelah pertengkaran hebat antara ibunya dan ayahnya. Kay tidak bisa mengingat bagaimana dia bisa sampai di Bandung, yang dia ingat dia dan ibunya serta adiknya berputar-putar tersesat di Bandung. Padalarang-Bandung sekitar tahun 80an masih merupakan satu perjalanan jauh dan Ibunya sudah lupa letak rumah dari tempat mertuanya---ibu dari ayahku--- berkerja. ingatanakan hal itu tidak terlalu jelas, namun Kay tidak pernah melupakan bahwa ibunya mengenakan daster putih, dia dan adiknya berpakaian seadanya, tersesat dan hampir tidak punya uang bahkan untuk ongkos kembali ke Padalarang jika seandainya ibunya tidak berhasil menemukan tempat tinggal mertuanya---nenek Kay. Kay bisa kembali pulang karena Ayahnya menyusul ke Bandung dan berhasil menemukan mereka di alun-alun Bandung setelah sebelumnya mencari ke tempat kerja ibunya, dan tidak menemukan Kay beserta ibu dan adiknya disana.
Kay sering kali meringkuk dan bersembunyi dibalik selimut ketika mendengar pertengkaran antara kedua orang tuanya, entah apa yang mereka pertengkarkan, Kay tidak terlalu memahaminya, yang dia ingat adalah teriakan dan tangisan ibunya, serta perkataan keras ayahnya. pernah suatu ketika ibunya berkata jika saja Kay tidak rewel mungkin ayah dan ibunya tidak akan bertengkar, maka dari sejak itu Kay mencoba untuk tidak banyak meminta, Kay lebih suka menyimpan apapun dalam benaknya. dan selalu kesulitan untuk menyatakan keinginan atau apapun yang dirasakannya.
ketika SD kelas 3 sekali lagi Kay dan adiknya dibawa kabur oleh ibunya, kali ini Kay dan adiknya dibawa kerumah orang tua dari ibunya---kakek-nenek dari pihak ibu Kay. berbulan-bulan Kay tinggal tumpang tindih bersama dengan kakek-nenek, paman-pamannya. jarak kesekolah menjadi berlipat-lipat jauhnya, harus berjalan kaki, melewati areal jalanan sepi dan pesawahan, dan dia sering kali merasa ketakutan akan diculik orang karena berjalan sendirian, karena Kay pernah jadi korban penculikkan ketika dia duduk dikelas 1 SD, dia ditemukan disebuah tempat pekuburan kitika hampir maghrib, dalam keadaan bingung sebab perempuan yang berjanji akan mengantarkannya pulang jika dia dan temannya menyerahkan perhiasannya tidak juga kembali. Kay mengusir rasa takutnya dengan membayangkan bahwa perjalan pulang pergi sekolah itu sebagai satu petualangan. memetik bunga liar, mencari katak, menangkap kepik, capung. Kay tidak pernah bertanya kenapa mereka harus tinggal bersama kakek dan nenek, sebab Kay tahu meski tidak terlalu memahami apa yang membuat kedua orang tuanya bertengkar hebat. Kay berfikir jika dia bertanya hanya akan memperumit keadaan.
setelah serangkaian pembicaraan antara kedua orang tuanya, akhirnya Kay beserta ibu dan adiknya kembali kerumah mereka bersama ayahnya.
setahun kemudian Kay menghadapi satu hal traumatik lain, dia menyaksikan bagaimana adiknya yang baru lahir, tiba-tiba meninggal, Dina Lestarina hanya bertahan 4 jam, meninggal begitu saja, padahal empat jam sebelumnya Kay masih menyaksikan bayi baru lahir itu menangis sambil dimandikan. Kay menyaksikan bagaimana adik bayinya tertidur dan tidak pernah bangun lagi. dan bertahun-tahun kemudian ketika dia kembali punya adik, dia sering merasakan ketakutan setiap pergi kesekolah,dan pulang dengan pontang panting hanya untuk memeriksa apakah adiknya masih ada dan hidup. dan harus melewati satu fase yang kurang lebih sama ketika anak pertama Kay lahir, meskipun akhirnya dia bisa melewati fase itu.
Kay dibesarkan dalam keluarga sederhana dan biasa-biasa saja, dia pernah berada dalam kondisi tidak punya apa-apa, dimana dia harus ditinggalkan hanya berdua dengan adiknya karena ayah dan ibunya harus berkerja, dan Kay hampir saja membakar rumah mereka ketika mencoba memasak nasi, tapi tubuh kecilnya tidak mampu mengangkat dandang keatas kompor. Beberapa kali dia mesti duduk diam disalah satu kios kopi dipasar hewan depan rumahnya karena adiknya tertidur dibangku kios itu kelelahan menunggu ibunya pulang berkerja. pernah juga Kay berada dalam kondisi segala punya karena usaha warung kedua orang tuanya maju, meskip beberapa tahun kemudian bangkrut karena krisis ekonomi dan ayahnya terlibat dengan judi, dan ditangkap polisi, dan dipenjara. yang menjadi salah satu alasan kenapa Kay menikah muda, Kay pikir jika dia menikah maka beban dirumah bisa berkurang, ibunya tidak perlu merusaukan lebih banyak hal. padahal ketika itu Kay dapat tawaran buat ikut audisi sebagai penyiar radio.
jatuh bangun Kay mencoba buat bertahan hidup, mencoba buat tidak mengeluh,menjalani saja, meskipun dia mesti berkali-kali menahan rasa sakit hati, diejek karena bentuk fisik yang membuatnya kurang percaya diri, yang membuatnya menjalanio diet gila-gilaan dan mengkonsumsi berbagai obat diet hingga siklus hormonnya berantakan dan jatuh sakit. mesti menghempaskan mimpinya untuk jadi pemain theater dan penulis tanpa diberi kesempatan untuk mencoba oleh ayahnya. ditempatkan diposisi memilih ketika serangkaian perselingkuhan ayahnya diungkapkan oleh ibunya. Kay memilih untuk diam, mencoba untuk tidak memihak,mencoba untuk netral dan berdiri dengan pendapatnya sendiri.