Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Almuklish

komisaris PT Hara Hita Wisesa

Testimoni Semar

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perang BahrataYudha  yang kusesali belakangan ini, mengapa ku setujui,entah apa yang ada dipikiranku dulu,balas dendamkah akibat diturunkanya aku di alam marcapada, atau kedengkianyang merasukiku ketika adindaku yang menjadipemimpin kayangan, entahlah sesal tinggal sesal.

Dulu sebelum era Bharata Yudha semuanya seakan jelas,siapa kawan siapa lawan,karena semua pada kodratnya masing-masing, bangsa hewan, bangsa raksasa,bangsa manusia semuanya pada kodratnya masing-masing, dan menjalankan kewajibanya masing-masing.

Resi menjadi resi,raja menjadi raja ,kejahatan dan kebaikan berada ditempatnya masing-masing,semuanya berjalan pada tempatnya,alam selaras dengan wahyuNya.

Kini............semua serba absurd tidak jelas dan bias,kekalahan bangsa Raksasa dan punahnya sebagian bangsa hewan membuat  bangsa manusia yang kumenangkan dalam perang maha dahsyat tempoe doeloe itu,menjadi alih sifat kedalam sifat raksasa adan hewan-hewan yang punah itu, liar,rakus dan brutal,lepas kendali dan masih buanyak lagi yang aku sendiri pun malu menyebutkanya.

Agama,keadilan,ksatria adalah ajang aksi eksis di negeri bias ini,entah mengapa ada perang Bharata Yudha,yang efek rusaknya melampaui bayangkanku  dulu,ternyata kebenaran yang sendirian akan menciptakan kejahatan yang baru.

Aku Semar menyesal.............

Bunyi suara tembakan di tengah malam di metropolis Astina menjadi irama yang membaur di tengah hiruk pikuk kota semerawut ini.Noda darah dan surat yang tercecer  di sudut kamar hotel pun hanya menjadi serpihan debu ingatan yang akan segera menghilang dari ingatan kita semua.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline