Sejumlah 45 orang guru dan kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se-Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh mengikuti pelatihan yang diselenggarakan gerakan Ruang Berbagi Ilmu (RuBI) di SMPN 1 Wih Pesam, pada 19 dan 20 November 2016.
Ruang Berbagi Ilmu (RuBI) merupakan gerakan kerelawanan yang mengajak para profesional dari pelbagai latar belakang,untuk terjun langsung dalam usaha peningkatan kapasitas tenaga pendidik di seluruh Indonesia. Selama satu hingga tiga hari, para profesional, diajak hadir ke daerah untuk melakukan pelatihan dan pendampingan kepada guru, kepala sekolah, maupun tenaga pendidik lainnya, mengenai sebuah materi tertentu.
Kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Bener Meriah ini mengangkat tema "Pelatihan Manajemen Kepemimpinan dan Penilaian Kurikulum 2013". Relawan narasumber membagikan materi motivasi diri, leadership and management, pembelajaran dan penilaian Kurikulum 2013 kepada para peserta.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh relawan Ruang Berbagi Ilmu, Pengajar Muda Aceh Utara dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kabupaten Bener Meriah. Relawan Ruang Berbagi Ilmu (RuBI) Bener Meriah berasal dari Jakarta, Bekasi, Tangerang Selatan, Bandung dan Palembang dan Bener Meriah sendiri.
Ketua Panitia Ruang Berbagi Ilmu Bener Meriah, Jamaluddin, mengatakan, pelatihan ini membantu program kerja MKKS untuk meningkatkan kualiatas tenaga pendidik, pelayanan pendidikan dan mutu pendidikan di Kabupaten Bener Meriah.
Selama pelatihan berlangsung, para peserta yang rata-rata sudah berusia di atas 30 tahun tampak bersemangat mengikuti materi dan permainan yang diberikan para relawan narasumber. Termasuk saat sesi berbagi motivasi yang mengajak peserta mengikuti gerakan-gerakan tarian India.
Pria yang juga Kepala SMPN 2 Bandar ini menjelaskan, agar kegiatan ini tetap berlajut, para guru dan kepala sekolah telah membentuk kepanitiaan baru untuk merencanakan pelaksanaan Ruang Berbagi Ilmu Bener Meriah selanjutnya.
Chikita Fawzi, relawan narasumber dari Jakarta mengatakan, Kurikulum 2013 (K-13) berusaha menjawab tantangan meningkatkan karakter siswa. Guru bebas berkreasi atas proses pembelajarannya.
“Beberapa guru ada yang menilai prosesnya susah karena awalnya K-13 modelnya scientific (sistematis) sehingga susah diterapkan. Revisi yang sekarang tidak susah lagi, bisa diinovasi,” ujarnya.
Kurikulum 2013 yang baru, kata Chikita, tidak hanya scientific(project based learning, problem based learning), tapi juga inquiry atau guru bukan satu-satunya sumber belajar, siswa yang mengeksplorasi ilmu pengetahuan.
“Ada banyak hal yang dapat digunakan siswa menjadi sumber belajar, seperti buku, media, alam, lingkungan dan guru. Di sini ditekankan bahwa fasilitas bukan hambatan. Hambatan teknologi informasi dan lainnya bisa diganti dengan media pembelajaran lain. Misalnya kalau di desa, tidak ada laboratorium, bisa langsung meneliti ke hutan,” ujarnya.