Kisah nyata yang dialami oleh Ningsih sekitar tahun 1990-an. Saat itu Ningsih pergi merantau ke Banyuwangi. Berbekal ijazah SMA dia mendapatkan pekerjaan sebagai kasir di sebuah supermarket. Wajah Ningsih yang ayu manis ditambah dengan keuletannya bekerja tentu saja membuat banyak lelaki terpikat. Termasuk Pak Broto, pemilik supermarket tempat Ningsih bekerja.
Pak Broto tak sungkan memberikan perhatian khusus kepada Ningsih. Bukannya senang mendapat perhatian dari bos, Ningsih malah merasa risih. Bagaimana mungkin laki-laki yang sudah punya dua istri menggodanya. Rasa risih itu tetap dia pendam, bagaimanapun Pak Broto adalah bos yang menggajinya. Sempat Ningsih berpamitan untuk mengundurkan diri namun Pak Broto tidak mengizinkan.
"Kalau kamu keluar dari sini, akan ku pastikan tidak ada tempat lain yang akan menerimamu." kata Pak Broto saat itu. Pak Broto memang mempunyai peran besar pada perekonomian disana. Kenalannya banyak. Semua bos-bos perusahaan.
Hingga pada suatu hari Pak Broto mengungkapkan perasaannya pada Ningsih.
"Ningsih, kalau kamu mau jadi istri ketigaku, supermarket ini akan menjadi milikmu." kata Pak Broto sambil menatap mata Ningsih tajam.
Ningsih kaget. Ada rasa marah bercampur benci padanya. Pak Broto sudah punya dua istri dan kini dia ingin satu istri lagi. Dengan lembut Ningsih menolak, "Maafkan saya Pak, saya memegang prinsip bahwa hanya akan menikah dengan orang yang cintanya tidak dibagi-bagi."
Pak Broto pergi dan berlalu. Pasti marah dan aku akan dipecat, batin Ningsih.
Hari berikutnya Ningsih berangkat kerja seperti biasanya. Saat tiba di ruang karyawan. Pak Broto sudah disana, entah sengaja menunggu Ningsih atau sekedar mengecek karyawan. Ningsih berusaha bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Saat menyapa dan menjabat tangan Pak Broto, Ningsih tidak sengaja menatap matanya. Tiba-tiba, "Deg", hatinya terasa aneh.
Seharian bekerja Ningsih tak nyaman. Tiba-tiba saja dia selalu memikirkan bosnya walaupun hatinya tetap menolak. Perasaannya berkecamuk. Rasanya tiba-tiba dia sangat tergila-gila pada Pak Broto. Bayang-bayang Pak Broto selalu terlintas. Bahkan setiap dia melihat orang lain. Wajah orang itu berubah seperti wajah Pak Broto.
Ningsih mencoba menepis namun saat mencoba memikirkan hal yang lain, dia kepalanya terasa sangat sakit. Sakit itu akan reda jika hanya memikirkan Pak Broto.
"Ningsih, kamu kok terlihat aneh?" tanya Ratri teman kerjanya.
"Ndak tau, Tri, tiba-tiba aku pusing banget. Tapi anehnya pusingnya ilang kalau aku berpikir untuk menikah dengan Pak Broto." jawab Ningsih.
"Wahh.. jangan-jangan kamu kena, Ning. Nanti aku ikut aku ngaji aja ya. Kita tanya pada Pak Kyai." kata Ratri. Ratri memang religius. Tak pernah absen ngaji di pesantren dekat rumahnya.
Singkat cerita Ningsih menceritakan kejadian yang dia alami dengan Pak Broto kepada Kyai.
"Kamu kena pelet jaran goyang, Nak. Tapi masih sebatas pikiran. Hatimu yang kuat sedikit menolak pelet ini." kata Kyai.
"Lalu apa yang harus saya lakukan, Kyai? Sy tidak mau jadi istri ketiga." kata Ningsih.
"Jika hati dan tekadmu kuat, pelet ini tak akan mempan, perbanyak doa dan amalanmu. Nanti aku bantu dari sini." jawab Kyai sambil menggigit akar tuwung (terong) bolo, akar tuwung kanji dan triketuka (bawang, suna, jagung). Lalu menyemburkan semua bahan k wajah Ningsih.