Tepat di ujung kafe "Gula Kopi" mereka duduk, saling menatap tapi tak bicara.
"Gue pamit pergi ko," ucap Aya mengagetkan Niko.
Niko tak menjawab, suasana kembali hening, hanya ada alunan musik khas kafe yang membuat suasana semakin tenang. Dipandanginya raut muka Aya dengan seksama, lalu beralih pada dinding-dinding yang dihiasi banyak tulisan dan gambar-gambar menarik yang ada dalam kafe favorit mereka, hingga akhirnya pandangan Niko jatuh tepat dimata Aya.
"Lo itu satu-satunya wanita bodoh yang pernah gue kenal!" ucap Niko dengan nada marah.
"Lo nggak tahu rasanya di sakitin, rasanya ngeliat orang yang lo cinta ninggalin lo buat orang lain ko, lo nggak tahu itu" ucap Aya dengan nada memuncak sembari memukul dada Niko dengan tangan kanannya.
Aya tak peduli dengan orang sekitarnya yang mulai memandang aneh kepada mereka. Tanpa sadar Niko langsung memeluk tubuh Aya dengan erat, berusaha menenangkan kegelisahannya. Air mata Ayapun membasahi kemeja biru muda yang dipakai Niko.
"Aya, gue pernah ngerasain sakit lebih dari yang lo rasain sekarang, pernikahan udah hampir gue genggam, dan tanpa gue tahuuuu. Wanita yang gue yakini bisa bahagiain gue. Ternyata, dia udah lama ngejalin hubungan dengan sahabat gue sendiri. Gue sakit ya, frustasi, hampir 2 tahun hidup gue terasa mati.
Tapi sekarang gue sadar, patah hati itu untuk memperkuat hati kita. Sekarang gue harap lo nggak usah takut, ada gue yang berusaha selalu ada di samping lo," ucap Niko dengan nada lirih lalu mengusap air mata Aya dengan lembut.
***
Jarum jam terus melaju, tepat pukul 22.00 WIB, Niko menyadarkan Aya yang sedari tadi terdiam. Secangkir kopi Vietnam dan segelas coco ice yang berada di meja kayu antik, tak sedikitpun mereka sentuh.
Lalu, Niko menggenggam tangan Aya, menarik tangan kirinya agar saling berhadapan, ditatapnya mata Aya, ada getaran hebat yang mengalir di tubuh keduanya. Aya masih diam, hanya membalas tatapan kosong pada Niko.