Lihat ke Halaman Asli

Roh pembohong

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Saat kau melihat bintang jatuh,

Ucapkan permohonan mu . . .”

Elsa adalah gadis yang baik hati. Perangainya yang lugu membuatnya dengan mudah mempercayai lelucon itu -atau lebih tepatnya cerita bohong yang ia temukan secara turun-temurun dari ibunya. Gadis yang selalu menatap langit kala malam pekat dengan ribuan bintang datang, berharap ada satu bintang yang jatuh dan permohonannya dapat terkabulkan.

Namun itu dulu.

Terakhir kali elsa melakukan ritual malamnya adalah awal dari kesialannya yang sudah berlangsung selama dua tahun. Karena itulah. Gadis lugu itu membenci bintang. Membenci segala hal yang berhubungan dengan kesialan-kesialannya. Termasuk pria yang selalu berdiri di sudut kamarnya.

“Tidak bisa tidur, Elsa?”

“bagaimana aku bisa tertidur jika kau terus berdiri disana dan memperhatikanku!” elsa mendengus pelan. Menatap kesal pada pria berwajah innocent atau sok innocent di sudut kamarnya.

“lalu aku harus bagaimana?” suara berat dari pria itu kembali terdengar. Membuat elsa baru saja ingin menyuruhnya untuk tidur di sofa pink kesayangannya. Namun satu detik sebelum mengucapkannya elsa kembali diam dan meruntuki kebodohannya. Ia baru ingat bahwa pria itu tidak tidur. Pria itu tidak pernah tidur.

“keluar dari kamarku, dan lakukan hal yang ingin kau lakukan” elsa kembali tertidur -berusaha untuk tertidur tepatnya. Dengan selimut minnie mouse pink yang membungkus badan mungilnya itu ia berpura-pura mendengkur. Membuat pria itu hanya bisa diam dengan lekungan senyum disudut bibirnya.

Elsa adalah gadis yang benar-benar imut, pikirnya.

-oOo-

Elsa berjalan menuruni anak tangga dengan langkah sempoyongan. Matanya belum terbuka sempurna dari tidurnya. Membuat kakinya sesekali terantuk pada anak tangga.

“cuci muka dulu, elsa” elsa mengabaikan suara itu. bertingkah seolah-olah ia tidak mendengarnya.

“elsa, kau bisa jatuh” suara itu kembali terdengar. Namun elsa tidak ingin ambil pusing. Ia berhenti pada anak tangga kelima. Mengedipkan matanya berkali-kali, mencoba menjernihkan penglihatannya. Namun pemilik suara yang mengganggunya itu tak terlihat.

“vino..” ia panik saat benar-benar tak menemukan pria cerewet itu.

“vino kau dimana?” ia kembali melanjutkan langkahnya. Berjalan mencari pria yang ia beri nama vino itu.

“kau mencariku?” elsa mendengus kesal kala mendapati pria dengan kemeja putih di tengah ruangan dengan tv yang menyala –entah siapa yang menyalakannya.
“ck, aku fikir aku sudah tidak dapat melihatmu” elsa bergumam rendah sambil berjalan menuju dapurnya. Mencari sesuatu yang barangkali bisa mengisi perutnya.

“bersabarlah hingga besok” sejurus kemudian elsa berhenti pada langkahnya saat menyadari kalimat itu.

“apa maksudmu?” ia menoleh dan tidak menemukan pria itu yang seharusnya ada dibelakangnya.

“aku disini” elsa kembali menoleh dengan rambut terurainya yang ia biarkan menampar wajah dari pria itu. Dan satu sekon adalah waktu bagi elsa untuk dapat menyadari betapa tampannya pria dihadapannya itu. Hazel coklatnya mampu membuat elsa terhenyak, merasa seolah-olah dunia tidak lagi memiliki gravitasi yang cukup untuk membuatnya berdiri dengan kokoh.

“aku akan pergi” elsa diam. Bukan karena ia akan merasa sedih tapi karena ia masih shock dengan posisi wajah mereka yang sangat dekat.

“besok” pria dengan hezel coklat itu kembali bergumam saat elsa belum juga memikirkan satu ucapanpun untuk menjawab ucapannya.

Merasa tidak nyaman. Elsa memilih mundur satu langkah. Walau tidak dapat ia pungkiri otaknya masih memikirkan sesuatu yang setidaknya bisa ia ucapankan

“jika ingin berteleportasi seperti itu seharusnya kau bilang terlebih dahulu” dan kalimat konyol itu adalah satu kalimat pertama yang berhasil ia ucapkan. Lalu ia berjalan menuju meja makannya. Mengambil satu buah apel dan memakannya tanpa mengupas kulitnya.

sepertinya elsa benar-benar tidak peduli jika pria yang bernama vino itu pergi.

-oOo-

Sudah hampir setengah jam elsa berjalan bolak-balik didalam kamarnya. Melipat kedua tangan didepan dadanya. Ada banyak fragmen-fragmen didalam otaknya yang tidak mampu ia kendalikan untuk menciptakan sebuah ide. Ia bingung.

“apa yang sedang kau fikirkan?” ini adalah ketiga puluh kalinya vino bertanya kalau saja elsa mau menghitungnya. Namun yang ditanya masih sibuk dengan fikiran dan langkah bolak-baliknya yang tak berguna.

“aku pria yang cukup jenius, barangkali aku bisa membantumu” dan kalimat itulah yang mampu mengubah elsa. Setidaknya berhenti melakukan kegiatan anehnya itu.

“bingo!!” ia menjentiknya jarinya dan berjalan menuju pria dengan kemeja putihnya itu. Seperti biasa. Vino berdiri disudut kamar elsa –disamping rak buku yang mungkin jarang elsa sentuh.

“apa kau sudah sembuh dari amnesia mu?” elsa bertanya dengan ekspresi bodohnya. Berharap pria bernama vino itu mengatakan ‘ya, aku sudah sembuh’. Namun sama sekali tak ada kalimat itu selain lengkingan tawa yang memenuhi pendengarannya. Elsa mengernyit tak mengerti.

“kau masih sama seperti yang dulu. Gadis lugu” vino tersenyum dengan tangannya yang ia letakkan diatas kepala elsa. Sejauh ini vino memang sering melakukan hal itu –kebetulan tubuhnya sedikit lebih tinggi dari elsa.

“hei! Apa maksudmu?” elsa tak suka dengan ucapan vino beberapa detik yang lalu. Membuatnya untuk pertama kali begitu ingin menampar wajah pria dihadapannya itu kalau saja ia tidak sadar bahwa hal itu akan sia-sia.

“kau fikir roh sepertiku bisa amnesia? Itu hanya akan terjadi pada cerita-cerita khayal yang sering kau tulis dilaptop mu, elsa” gadis dengan surai panjang itupun diam. Menarik kembali serangkaian kalimat yang baru saja ia ingin ucapkan.

Pria itu benar. Elsa memang masih seperti yang dulu. Gadis lugu yang begitu mudah dibodohi. Bahkan oleh roh super menyebalkan dan super

Tampan

Seperti vino.

Ngomong-ngomong soal vino. Vino adalah nama pemberian elsa pada roh yang dua minggu lalu datang padanya dan mengaku-ngaku amnesia.

“Nama ku yang sebenarnya adalah eric” kalimat itu terucap begitu saja seolah dapat membaca fikiran elsa. Membuat gadis dengan tubuh mungil itu hanya bisa diam sejadi-jadinya. Menatap sendu pada hazel coklat dari roh keparat dihadapannya.

“namun aku lebih menyukai nama vino lebih dari apapun” pria itu tersenyum kemudian menoleh pada jendela yang tiba-tiba terbuka. Mengantarkan semilir angin malam yang sejuk pada kamar itu.

“mengapa kau berbohong padaku?” alih-alih menjawabnya. Vino, si roh pembohong itu lebih memilih berjalan atau lebih tepatnya terbang menuju jendela kamar elsa yang sudah terbuka. Menunjukkan ribuan bintang yang terlihat pada langit malam. Dan elsa benci pemandangan itu.

“ada banyak bintang malam ini”

“jangan mengalihkan pembicaraan!” vino tersenyum kemudian menoleh menatap manik elsa. Dan ia tidak menemukan bayangan dirinya disana.

“sebelumnya aku ingin bertanya” vino mengulum bibirnya sesaat sebelum melanjutkan ucapannya.

“apa permohonan terakhir yang kau buat saat melihat bintang jatuh?” bagaikan tersambar petir. Pertanyaan itu mampu mengantarkan elsa pada dua tahun yang lalu. Saat ia dengan bersemangatnya menunggu bintang jatuh dan segera mengucapkan permohonannya.

Elsa kecil adalah elsa yang selalu tersenyum dan sangat bersemangat dalam hal apapun termasuk menatap bintang, menunggu bintang itu jatuh dan membuat permohonan. Namun malam itu menjadi yang terakhir kalinya ia melakukan hal itu saat mengetahui paginya –secara ajaib. Ia dapat melihat makhluk-makhluk astral. Hingga saat ini.

Soal permohonan?

Sangat klasik.

Gadis itu hanya ingin bertemu dengan cinta sejatinya.

“aku tidak mengingatnya” elsa berbohong. Namun ia salah tempat untuk melakukan hal itu karena ia sedang berbicara dengan ahlinya.

“cinta sejati memang tidak selalu saling memiliki dan tidak harus keduanya manusia bukan?”

Duar! Satu kalimat maut itu berhasil diucapkan oleh vino. Membuat elsa benar-benar ingin membunuhnya saat ini juga. Namun ia mengurungkan niatnya.

Tentu saja. Karena hantu pembohong itu tidak akan mati dua kali.

Pria dengan kemeja putih itu akhirnya tertawa, kemudian melambaikan tangannya pada benda tak kasat mata yang kali ini benar-benar tidak dapat elsa lihat.

“sesuai janji ku. Aku pergi”

“apa?!” elsa tidak dapat mengendalikan  intonasi suaranya kali ini.

“waktuku sudah habis. Dan aku sudah tidak dapat bermain-main dengan wanita yang kusukai”

Satu hal. Vino suka berbohong. Segala kalimat yang terucap dari bibirnya adalah kebohongan bagi elsa. Namun elsa, gadis bersurai panjang itu berharap tidak ada kebohongan pada kalimat terakhir vino yang ia dengar

Saat dimana elsa hanyut dengan kalimat terakhir oleh vino saat itupula vino menghilang secara perlahan. Berhambur dan menyatu dengan angin. Berubah menjadi benda sekecil atom yang sulit terlihat atau memang tidak akan pernah terlihat.

Kini, elsa kembali pada hidupnya sebelum bertemu dengan hantu pria yang betah berdiri disampingnya selama hampir 24 jam. Elsa tertawa kecil kala mengingat ia menghabiskan dua minggu ini bersama dengan roh super menyebalkan. Membuat ia  harus menanggung malu kala ada orang yang melihatnya sedang berbicara sendiri.

“roh keparat itu benar-benar sudah pergi” gumamnya pelan. Rasanya mungkin sangat sepi hingga yang terdengar hanyalah suara dentuman jam dinding dikamarnya.

Berbicara soal jam. Satu kebohongan vino kembali terungkap.

“ck, ia mengatakan akan pergi besok. Ini bahkan belum tepat jam 11 malam!”

Tanpa sadar. Elsa, si gadis lugu itu menyukai roh yang katanya pembohong dan super menyebalkan.

Ya. Elsa mungkin sudah gila.

-oOo-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline