Mengasihani diri dan mengeluh cenderung selalu bersamaan. Hal inilah yang pada akhirnya dapat memadamkan kreatifitas dan inisiatif seseorang untuk melakukannya sesuatu dengan maksimal.
"Saya tidak bisa bila harus mendekor ruangan," aku seseorang ketika ditempatkan di bidang dekorasi untuk sebuah perhelatan besar. "Saya kurang paham membuat 'deal' dengan klien," ujar seorang lainnya. Meski demikian tetap saja orang tersebut berada di lingkungan atau pun di organisasi yang menaunginya padahal jelas-jelas tak berkapasitas melakukan ini itu. Adilkah tanpa sumbangsih berarti tetapi tetap berada di lingkungan tersebut? Orang jaman now menyebutnya 'magabut'- makan gaji buta. Enggan memberi maksimal tapi juaranya untuk mengharapkan dan meminta hak- hasil maksimal.
Dalam sebuah perhelatan semua bagian telah diberi tugas; tanggung jawab dengan pemberian batas waktu pengerjaan tugas, ada tenggat waktu. Usai pemberitahuan perihal tugas yang semestinya harus dilakukan, ada yang segera melakukannya, menyicil pekerjaan yang ditugaskan ada pula yang santai saja seraya menunggu nanti dan nanti.
Tiba hari untuk penyelesaian rupanya banyak yang tak kunjung rampung pekerjaan yang menjadi bagiannya. Yang mencicil pekerjaan tentu sudah selesai meski dengan keterbatasan ini dan itu karyawan ini tetap dapat mensiasati yang kurang. Sementara bagi sebagian lainnya, "Minta ini dan itu untuk menyelesaikan tugas gak dikasih, bingung harus bagaimana!" Kualitas diri mulai terlihat.
Banyak cara menuju Roma, tak ada rotan akar pun jadi, petuah bijak ini menuntun kita menjadi kreatif dan bertanggung jawab- di mana pun kita berada.Terlalu banyak menyalahkan pihak lain biasanya belum melakukan banyak hal, sebab sudah banyak menyalahkan pihak lain.
Ketika diminta pertanggungjawaban alibi dan varian alasan pun mengalir saja demi untuk menunjukkan diri benar. Semisal, budget tidak disetujui, susah mendapatkan material yang dibutuhkan. Tak sekadar alasan mulai menyalahkan organisasi, orang-orang di sekitar pun terlontar.
Tujuannya semata-mata agar tak disalahkan atas pekerjaannya yang tak kunjung selesai; pekerjaan yang terbengkalai. Sudah tak tepat waktu pula berani menunjuk orang lain.
Menjadi kreatif pakailah material yang ada daripada mengeluhkan material yang tak ada. Berinisiatiflah dengan cara mencicil hal yang dapat kita kerjakan saat ini, bukan selalu menyerahkannya untuk hari esok, lusa dan seterusnya. Tak ada tugas yang tak selesai jika kita berkeinginan untuk menyelesaikannya.
Menyalahkan satu pihak menjadi begitu mudah, pula diuntungkan untuk bersantai-santai jika malu disebut sebagai pribadi yang tak bertanggung jawab. Melihat yang lain sudah selesai seolah timbul 'agenda' baru. Diam-diam berharap agar dibantu pihak lain yang sudah selesai lebih dahulu. Seolah lupa mereka yang lebih dahulu selesai tentu memulai lebih awal dibandingkan mereka yang gemar menunda pekerjaan.
Apakah pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita hari ini? Bila menemui kendala berpikirlah kreatif juga berinisiatiflah untuk menyelesaikannya. Berhentilah bermain-main dengan waktu sebagai cara untuk lari dari tanggung jawab. Selalu ada cara untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kita asalkan kita tidak mengeluh. Sekali kita mulai mengeluh kecenderungan selanjutnya adalah menunjuk dan menuding pihak lain sebagai pihak yang salah. Selanjutnya pilihan ada di tangan kita, fokus pada kekurangan yang tak dapat kita raih; lakukan atau mengupayakan hal lain guna menyelesaikan tugas yang dipercayakan pada kita. Tak menyelesaikan tugas menunjukkan pada orang lain kita adalah pribadi yang tak dapat dipercayakan. (Rum)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H