Gerakan anti korupsi di Malaysia tampaknya berada di titik nadir ketika minggu ini mantan Raja Malaysia Sultan Abdullan Sultan Ahman, yang berasal dari negara bagian asal Najib memimpin Dewan Pengampunan Malaysia dan memutuskan untuk memotong separuh masa hukuman Najib mantan Perdana Menteri Malaysia yang terlibat mega korupsi kasus 1MDB atas dasar pengampunan Kerajaan.
Pengampunan kerajaan ini membuka jalan bagi Dewan pengampunan Malaysia untuk Dewan pengampunan Malaysia mengurangi separuh hukuman penjara 12 tahun mantan Perdana Menteri Najib Razak ini sekaligus memotong secara signifikan denda yang dijatuhkan setelah ia dinyatakan bersalah melakukan korupsi.
Dalam perjalanan kasus mega korupsi ini oleh pengadilan Mantan Perdana Menteri Malaysia ini dijatuhi hukuman 12 tahun penjara pada bulan Agustus 2022 dan diharuskan membayar denda sebesar 210 juta ringgit atau setara dengan Rp. 700.276.051.230.00,-
Hal yang juga membuat mata terbelalak adalah pengurangan denda yang harus dibayar oleh Najib berkudang sangat drasticsdari yang semula 21o juta ringgit hanya menjadi 50 juta ringgit saja atau hanya setara dengan Rp. 166.732.393.150.00,-
Secara aturan memang Dewan Pengampunan Malaysia ini tidak diharuskan memberikan alasan apapun kepada masyarakat, sehingga apa yang terjadi di balik layar menjadi tanda tanya besar bagi sekaligus memicu kritik dan protes masyakarat Malaysia.
Satu hal yang juga menjadi pertanyaan adalah pertemuan Dewan pengampunan ini ternyata dipimpin oleh mantan raja Malaysia saat itu yaitu Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, yang berasal dari negara bagian yang sama dengan Najid yaitu Pahang, namun saat ini raja Malaysia telah berganti.
Dengan adanya Keputusan Dewan Pengampunan ini Najib akan dapat mengirup udara segar tanggal 23 Agustus 2028, namun ada kemungkinan dirinya bebas lebih awal jika dipertimbangkan berkelakuan baik. Dari hitungan ini maka Najib akan dapat menghirup udara bebas sekitar bulan Agustus 2026.
Keputusan yang sangat mengejutkan sekaligus sangat dramatis ini tentu saja sedikit banyaknya menyulitkan Anwar Ibrahim yang salah satu program utamanya adalah melakukan pemberantasan korupsi.
Perdana Menteri Anwar Ibrahim memang menghadapi situasi yang tidak mengenakkan karena sejak dirinya mengambil kekuasaan melalui pemilu di tahun 2022 lalu, partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) dimana Najib berada dan masih memiliki pengaruh yang besar kini menjadi bagian dari pemerintahan.
Hantaman bagi Anwar Ibrahim dalam melakukan kampanye antikorupsi tidak hanya datang dari pengurangan hukuman dan denda yang sangat drastis bagi Najib saja namun juga terjadi pada mantan Perdana Menteri Malaysia Menteri Ahmad Zahid Hamidi Saat ini Menteri Ahmad Zahid Hamidi merupakan ketua partai UMNO sejang menjalani proses pengadilan dan beberpa bulan lalu jaksa membatalkan 47 dakwaan korupsi terhadap dirinya yang tentu saja membuat frustrasi Anwar Ibrahim.