Rupanya aksi teater Perdana Menteri Jepang memakan ikan mentah yang ditanggap dari perairan Fukushima yang air limbah yang terkontaminasi radioaktif akibat gempa yang melumpuhkan reaktor nuklir ini ternyata tidak meredakan keresahan dunia utamanya Tiongkok yang wilayahnya berdekatan dengan Jepang.
Pada bulan Juli lalu Badan Energi Atom Internasional (IAEA) secara formal memberi lampu hijau rencana Jepang melepas air limbah dari reaktor nuklir Fukushima ke laut dan menyatakan bahwa pelepasan air ini aman terhadap manusia dan lingkungan. Namun tampaknya pernyataan Badan Atom Internasional ini yang sudah mulai didengungkan 2 tahun yang lalu tetap saja meresahkan negara Asia yang wilayahnya berdekatan dengan Jepang.
Sampai saat ini memang masih terdapat kontroversi terakit apakah level radiasi yang dikandung oleh air limbah yang dilepaskan ini membahayakan bagi kesehatan dan flora dan fauna laut lainnya. Pendapat Badan Atom Internasional yang menyatakan bahwa kadar rasioaktif nya terlalu rendah untuk membahayakan kesehatan tidak serta merta diterima oleh negara lainnya karena terdapat kemungkinan tingkat radioaktifnya lebih dari yang diumumkan oleh IAEA.
Jepang berdasarkan persetujuan IAEA dalam 30 tahun ke depan secara bertahap akan melepas 1,34 juta ton air limbah olahan ke laut Pasifik. Jumlah air olahan limbah ini memang sangat banyak karena terakumulasi selama 13 tahun sejak tragedi hancurnya reaktor nuklir Fukushima yang menimbulkan salah satu krisis reactor nuklir terburuk yang menimpa dunia.
Meningkatkan Ketegangan
Tiongkok merupakan salah satu negara yang sangat vokal dan menolak pelepasan air limbah olahan ini dan menuduh Jepang memperlakukan laut seperti miliknya sendiri tanpa mempertimbangkan negara lain yang kemungkinan akan terdampak akibat kebijakan Jepang ini utamanya negara yang banyak mengeploitasi laut untuk kebutuhan pangan dan industri lainnya.
Sebagai reaksinya Tiongkok menghentikan impor segala macam produk yang berasal dari perairan yang diperkirakan tercemari air olahan ini. Disamping Tiongkok Hongkong dan Korea Selatan juga melarang penduduknya mengkonsumsi segala bentuk produk laut asal perairan Fukushima.
Keributan yang terjadi antara Jepang dan Tiongkok terkait pebuangan air limbah olahan ini menambah ketegangan yang sudah ada antara kedua negara ini karena segara politik Jepang berkiblat pada Amerika dan Barat yang kutup bertolak belakang dengan Tiongkok.
Pebuangan air limbah yang dimulai tanggal 24 Agustus 2023 lalu tentu saja menambah ketegangan antara kedua negara yang sudah lama berseteru ini. Secara historis ketegangan ini dapat dimengerti karena Tiongkok pernah merasakan dan mengalami tragedi kemanusiaan yang terjadi di era tahun 1900 an akibat perlakuan dan pendudukan kejam Jepang yang menimbulkan kesengsaraan yang luar biasa bagi takyat Tiongkok.
Sederetan reaksi terkait dengan peningkatan ketegangan antara kedua negara ini terjadi misalnya di tahun 2012 lalu terjadi kerusuhan dan serangan di seluruh Tiongkok terhadap pengusaha Jepang karena sengeketa batas laut antara Jepang dan Tiongkok. Kemarahan Tiongkok ini memuncak di bulan Agustus lalu ketika Jepang , Amerika dan Korea Selatan mengecam Tiongkok sekaligus melakukan latihan militer bersama yang ditujukan untuk menentang perlakukan agresif Tiongkok di laut Tiongkok Selatan.
Jadi jika dianalisa lebih dalam lagi maka suara vokal Tiongkok yang menentang pelepasan air limbah nuklir ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri namun merupakan salah satu titik dari sederetan peristiwa masa lalu dan masa kini yang menggambarkan ketegangan antara kedua negara ini.